logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊPasal Hukum Adat dan Makar di ...
Iklan

Pasal Hukum Adat dan Makar di RKUHP Kembali Dipertanyakan

Pakar hukum pidana Agustinus Pohan berpandangan, di Indonesia, hukum adat memang diperlukan. Namun, caranya tidak tepat jika dimasukkan dalam RKUHP. Sebab, ada prinsip asas legalitas atau aturan seseorang dapat dipidana.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, SUSANA RITA, NIKOLAUS HARBOWO
Β· 1 menit baca
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi berunjuk rasa, Senin (16/9/2019), di depan gerbang DPR, Senayan, Jakarta. Mereka menolak pengedahan RKUHP.
KOMPAS/INSAN ALFAJRI

Masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi berunjuk rasa, Senin (16/9/2019), di depan gerbang DPR, Senayan, Jakarta. Mereka menolak pengedahan RKUHP.

JAKARTA, KOMPAS β€” Sejumlah pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP versi 9 November 2022 masih memicu perdebatan sengit di publik. Selain pasal yang dinilai mengancam demokrasi, norma yang mengatur tentang hukum adat (living law), dan makar yang dianggap karet, juga dipertanyakan keberadaannya.

Pakar hukum pidana Agustinus Pohan berpandangan, di Indonesia, hukum adat memang diperlukan. Namun, caranya tidak tepat jika dimasukkan dalam RKUHP. Sebab, ada prinsip asas legalitas atau aturan bahwa seseorang dapat dipidana jika telah ada aturan terlebih dahulu melarang dan mengancam pidana untuk perbuatan tersebut.

Editor:
SUHARTONO
Bagikan