Kebebasan Berekspresi
Revisi UU ITE Dibutuhkan
Kapolri memerintahkan jajarannya merumuskan panduan penyelesaian kasus terkait UU No 19/2016 tentang ITE. Namun, UU itu tetap perlu direvisi karena memuat sejumlah pasal yang mengancam kebebasan berekspresi.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F20190108_PASAL-KARET-UU-ITE_B_web_1546929557.jpg)
Aktivis yang tergabung dalam Komite Rakyat Pemberantas Korupsi menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, Selasa (8/1/2019). Mereka menyerukan untuk menghapus pasal karet dalam UU ITE atau merevisinya agar tidak digunakan sebagai senjata para koruptor untuk menyerang balik aktivis antikorupsi.
JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara Republik Indonesia akan menelisik kasus-kasus terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam enam tahun terakhir untuk menjadi bahan evaluasi. Jajaran kepolisian di daerah diperintahkan untuk membuat panduan penyelesaian kasus terkait UU itu guna meminimalkan multitafsir dalam tataran pelaksanaan.
Dalam panduan itu, antara lain, mereka yang merasa menjadi korban dari kasus terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus melapor sendiri ke kepolisian. Pelaporan tak dapat diwakilkan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Revisi UU ITE Dibutuhkan".
Baca Epaper Kompas