logo Kompas.id
โ€บ
Opiniโ€บPemilu 2024 dan Nasib...
Iklan

Pemilu 2024 dan Nasib Legislasi

Target sebanyak 47 RUU dalam Prolegnas Prioritas 2024 dikhawatirkan tak akan selesai karena anggota DPR fokus kampanye.

Oleh
ZENNIS HELEN
ยท 4 menit baca
Ilustrasi
SUPRIYANTO

Ilustrasi

Kontestasi elektoral 2024 saat ini sudah berada pada tahapan yang amat krusial sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Tahapan krusial itu adalah masa kampanye pemilihan calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden dan calon wakil presiden (capres/cawapres) yang digelar sejak 28 November 2023 dan akan berakhir pada 10 Februari 2024.

Masa kampanye Pemilu 2024 akan digunakan oleh setiap caleg dan pasangan capres dan cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 Prabowo-Gibran, dan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud MD untuk lebih mendekatkan diri dengan pemilih.

Namun, di tengah tingginya tensi elektoral pada Pemilu 2024, perhatian kepada Pemilu 2024 tidak saja pada akan meruyaknya politik uang yang telah menggurita pada masa kampanye dan pada masa tenang, melainkan juga netralitas para aparatur sipil negara (ASN) yang secara terang-terangan menunjukkan keberpihakan kepada pasangan calon. Selain itu, persoalan yang tak kalah peliknya adalah tidak maksimalnya fungsi legislasi pembentuk undang-undang selama tahun Pemilu 2024.

Ketidakmasimalan fungsi legislasi itu menyebabkan tidak terpenuhinya target pembentukan undang-undang (legislasi) yang telah dicanangkan DPR dan pemerintah dalam skala prioritas program legislasi nasional tahun 2024.

Baca juga: Mayoritas RUU Prioritas 2023 Mandek di DPR

Tahun 2024, DPR dan pemerintah membuat target pembentukan undang-undang sebagaimana yang tercantum dalam Daftar Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2024 yang sebanyak 47 RUU. Dari 47 RUU tersebut, 10 di antaranya merupakan usulan baru. Usulan baru itu adalah RUU tentang Pertanahan, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, RUU tentang Pertekstilan, dan RUU tentang Pengelolaan Perubahan Iklim.

Kemudian, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, RUU tentang Komoditas Strategis. Selanjutnya, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, RUU tentang Persandian, dan RUU tentang Hukum Perdata Internasional (https://www.hukumonline.com, diakses pada 6 Januari 2024).

Pertanyaan besarnya adalah apakah target sebanyak 47 RUU dalam Prolegnas Prioritas 2024 ini realistis dalam kacamata pembentukan peraturan perundang-undangan? Apakah tidak terjadi ketekoran legislasi? Dua pertanyaan ini sangat penting dijawab karena dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan, selama ini selalu ada persoalan, yakni ketekoran legislasi. Fungsi legislasi DPR tidak mencapai target.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly (ketiga dari kanan) didampingi Ketua Badan Legislasi (Beleg) Supratman Andi Agtas (kedua dari kanan) dan Wakil Ketua Baleg Rieke Diah Pitaloka (ketiga dari kiri) menandatangani daftar RUU Prolegnas 2020-2024 dalam Rapat Kerja Penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024 di Gedung Parlemen, Jakarta, 5 Desember 2019.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly (ketiga dari kanan) didampingi Ketua Badan Legislasi (Beleg) Supratman Andi Agtas (kedua dari kanan) dan Wakil Ketua Baleg Rieke Diah Pitaloka (ketiga dari kiri) menandatangani daftar RUU Prolegnas 2020-2024 dalam Rapat Kerja Penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024 di Gedung Parlemen, Jakarta, 5 Desember 2019.

Ketekoran legislasi

Iklan

Tahun 2024 merupakan tahun politik. Setidaknya, pada tahun ini akan digelar dua pemilu, yakni pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) pada 14 Februari 2024. Pada 27 November 2024 akan digelar pemilihan kepala daerah (pilkada) secara nasional. Artinya, tahun 2024 merupakan tahun pertarungan politik yang sangat sengit untuk perebutan kekuasaan baik di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Pada tahun perebutan kekuasaan ini, para anggota legislatif yang kembali maju sebagai calon anggota legislatif akan banyak waktunya di daerah pemilihan (dapil) bertemu dengan pemilih agar terpilih kembali pada Pemilu 2024. Sementara DPR harus membahas RUU yang telah disepakati dalam Prolegnas. Pertanyaan besarnya adalah apakah target 47 RUU tersebut akan tercapai oleh DPR sepanjang tahun 2024?

Pertanyaan itu sangat wajar disampaikan publik. Pengalaman legislasi selama ini menunjukkan bahwa sering terjadi ketekoran legislasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Secara tertib pembentukan peraturan perundang-undangan, DPR hanya sampai pada tahapan perencanaan. Sementara sebuah RUU tidak hanya direncanakan, tetapi juga harus disusun, dibahas, disahkan, dan diundangkan.

Pada momentum kampanye ini, anggota DPR akan lebih banyak berada di dapil ketimbang di kantor DPR. Sangat sulit membagi waktu antara tugas legislasi dan tugas sebagai anggota DPR di dapil.

Merencanakannya sangat mudah, tetapi bagaimana menjadikan RUU itu menjadi UU, ini yang sangat sulit. Tahun pemilu ini akan menyisakan banyak bengkalai RUU. Setidaknya dapat disebabkan beberapa hal. Pertama, tahun 2024 ini adalah tahun pemilu. Anggota DPR yang akan membahas RUU itu sedang disibukkan kampanye yang akan berlangsung selama 75 hari.

Kedua, tahapan kampanye ini diyakini akan menguras waktu dan tenaga anggota DPR. Ia harus datang ke daerah pemilihan (dapil) untuk bertemu dengan warga, melakukan aktivitas politik guna untuk meraup suara agar bisa terpilih kembali pada 14 Februari 2024. Pada momentum kampanye ini, anggota DPR akan lebih banyak berada di dapil ketimbang di kantor DPR. Sangat sulit membagi waktu antara tugas legislasi dan tugas sebagai anggota DPR di dapil.

Ketiga, fakta politik ini akan mengganggu keseriusan anggota DPR dalam membahas legislasi. Anggota DPR akan lebih memikirkan bagaimana terpilih kembali pada Pemilu 2024 ketimbang mengerjakan tugas-tugas legislasi di parlemen. Keempat, tidak dapat dimungkiri pada tahun pemilu 2024 kantor Senayan akan lebih banyak kosong dan pembahasan legislasi kerap tidak mencapai kourum sehingga tidak bisa dilanjutkan. Kemudian, diagendakan lagi begitu seterusnya dan tidak mencapai kourum lagi.

Suasana saat digelar Rapat Paripurna VII DPR di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (3/10/2023). Rapat paripurna ini juga membahas Evaluasi Kedua Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, Perubahan ke-6 Prolegnas tahun 2020-2024, serta penyusunan Prolegnas Prioritas tahun 2024.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana saat digelar Rapat Paripurna VII DPR di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (3/10/2023). Rapat paripurna ini juga membahas Evaluasi Kedua Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, Perubahan ke-6 Prolegnas tahun 2020-2024, serta penyusunan Prolegnas Prioritas tahun 2024.

Bengkalai legislasi

Nasib legislasi pada tahun pemilu 2024 akan berada pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan. DPR dan pemerintah sebagai lembaga yang diberi tugas untuk membahas RUU akan mengalami banyak hambatan. Bengkalai legislasi akan menjadi penyakit DPR dan pemerintah setiap tahun. Meskipun ada pembahasan RUU pada tahun pemilu, ia akan dibahas sekadarnya, tidak melalui perdebatan yang mendalam. Tidak akan melibatkan partisipasi publik yang sangat luas.

Ketika RUU yang dibahas sekadarnya itu menjadi UU, ia akan rentan melanggar hak konstitusional warga negara. Ada pula RUU yang disahkan menjadi UU hari ini, besok sudah diuji ke Mahkamah Konstitusi. Wallahualam.

Zennis Helen, Dosen Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Ekasakti; Advokat di Rumah Bantuan Hukum Padang

Zennis Helen
ARSIP PRIBADI

Zennis Helen

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan