logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊMeruwat Daulat Rakyat
Iklan

Meruwat Daulat Rakyat

Keraguan serta ramalan kepunahan justru menghasilkan umpan balik yang mampu mendorong upaya mengoreksi demokrasi. Demokrasi tetap dianggap sebagai pilihan yang paling kurang buruk dibanding tatanan kekuasaan lain.

Oleh
J Kristiadi
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/h0cSt7zxGcsAWGV3-B-f70hdBC8=/1024x1436/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F06%2F55774799_1560358324.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)

J Kristiadi

Beberapa tahun terakhir ini, sebagian warga dunia galau karena daulat rakyat sebagai tata kelola kekuasaan negara yang menyatu dengan nilai-nilai kemanusiaan mengalami ancaman eksistensial. Pemilu atau biasa disebut pesta demokrasi, sebagai sarana rakyat memilih pemimpin yang mengabdi rakyat, menjadi rute pemakaman daulat rakyat karena dapat disulap menghasilkan tirani. Martabatnya merosot jadi sekadar perabot politik yang sangat instrumental, melampiaskan nafsu kuasa para pemburu kekuasaan. Demokrasi membunuh demokrasi; manajemen kekuasaan yang dapat membangun peradaban lumpuh menghadapi sakratulmaut.

Banyak penyebabnya, tetapi yang dominan adalah merebaknya paham populisme, pasca-kebenaran, serta pesatnya kemajuan teknologi digital. Adonan ketiga unsur tersebut menghasilkan demokrasi semu karena jurus memperoleh dukungan publik dengan hasutan, provokasi, dan kebohongan membuat pemilu seakan arena sah mengonsolidasi dukungan dengan kebohongan (demagoguery).

Editor:
Antony Lee
Bagikan