OPINI
Evaluasi Performa Legislasi
Dalam masa pandemi saat ini, pemanfaatan teknologi digital merupakan bagian penting untuk memulihkan kondisi legislasi yang sedang ”perform” di bawah standar.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F10%2F20191016_ENGLISH-KABINET-BARU_D_web_1571235689.jpg)
Deretan kursi kosong mewarnai Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke-9 masa sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019). Dalam rapat itu, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) disahkan menjadi undang-undang.
Setelah revisi UU KPK disahkan pada pengujung 2019, sudah seharusnya pemerintah bersama DPR melakukan evaluasi atas performanya dalam melaksanakan fungsi legislasi. Saat itu, mereka dihunjam kritik dan penolakan publik atas perubahan UU KPK. Prosesnya dikebut secara cepat, tanpa partisipasi dan tidak akuntabel.
Tanpa belajar dari proses perubahan UU KPK, sulit untuk memperoleh kembali kepercayaan publik atas produk legislasi yang dihasilkan. Belum lagi pemerintah dihadapkan dengan pandemi Covid-19, yang mengharuskan pembentuk UU segera beradaptasi atas performanya di bidang legislasi. Paling tidak, fungsi legislasi diharapkan tetap berjalan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 7 dengan judul "Evaluasi Performa Legislasi".
Baca Epaper Kompas