Berjibaku Cegah Konflik Satwa dan Manusia
Kompleksitas penanganan konflik manusia dan satwa membutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Tanpa penanganan yang komprehensif, konflik bakal terus berulang.
MEDAN, KOMPAS - Berbagai upaya mencegah konflik antara manusia dan satwa di Sumatera terus dilakukan agar kerugian dan korban bisa dihindari. Sejumlah kendala masih melingkupi sehingga berbagai upaya pencegahan konflik belum berjalan secara efektif.Seperti diberitakan sebelumnya, Kompas (17/2/2020), konflik manusia dan satwa di Sumatera kian masif akibat degradasi hutan yang menjadi habitat satwa. Konflik melibatkan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), orangutan sumatera (Pongo abelii) dan orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), serta badak (Dicerorhinus sumatrensis).
Ratusan konflik terjadi selama tiga tahun terakhir, dengan korban puluhan warga tewas dan terluka. Satwa yang mati mencapai puluhan. Konflik muncul karena habitat satwa terganggu oleh penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan permukiman, serta perburuan satwa.