logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊUU Cipta Kerja Sah, Masyarakat...
Iklan

UU Cipta Kerja Sah, Masyarakat Desa dan Buruh Semakin Resah

Kelompok petani, nelayan, masyarakat adat, dan buruh menilai UU Cipta Kerja tidak melibatkan partisipasi aktif masyarakat sehingga tidak akan berbuah baik untuk masyarakat.

Oleh
Stephanus Aranditio
Β· 1 menit baca
Pengunjuk rasa dari berbagai kelompok aksi melewati Jalan Basuki Rahmat saat akan menuju Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020). Pengunjuk rasa yang datang dari golongan buruh, aktivis, mahasiswa, dan petani mengajak masyarakat untuk menolak <i>omnibus law </i>dan RUU Cipta Kerja. Unjuk rasa berlangsung tertib dan damai.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)

Pengunjuk rasa dari berbagai kelompok aksi melewati Jalan Basuki Rahmat saat akan menuju Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020). Pengunjuk rasa yang datang dari golongan buruh, aktivis, mahasiswa, dan petani mengajak masyarakat untuk menolak omnibus law dan RUU Cipta Kerja. Unjuk rasa berlangsung tertib dan damai.

JAKARTA, KOMPAS β€” Masyarakat perdesaan dan kaum buruh menolak keputusan DPR yang menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk disahkan menjadi undang-undang saat perppu tersebut sedang diuji di Mahkamah Konstitusi. Kelompok petani, nelayan, masyarakat adat, dan buruh merasa aturan yang tidak melibatkan partisipasi aktif masyarakat tidak akan berbuah baik untuk masyarakat.

Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, mengatakan, UU Cipta Kerja akan berdampak buruk bagi masyarakat perdesaan dan kaum buruh. Perlindungan kerja kepada petani akan melemah dan komoditas pangan impor akan semakin mengimpit petani lokal. Misalnya, Pasal 30 Ayat 1 UU Cipta Kerja yang membuka lebar keran impor pangan sehingga petani dibiarkan bersaing di pasar bebas dengan kekuatan korporasi atau pemodal besar di bidang pangan.

Editor:
ADHITYA RAMADHAN
Bagikan