Di Balik Mahalnya UKT, Pendidikan Tinggi Belum Jadi Prioritas di APBN
Polemik mahalnya uang kuliah tunggal berakar dari perencanaan dan penggunaan anggaran pendidikan yang tidak efektif.
![Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) berunjuk rasa menolak kenaikan uang kuliah tunggal sebesar 30-50 persen di Kantor Biro Rektor USU, Medan, Rabu (8/5/2024).](https://cdn-assetd.kompas.id/fhNhtDJOzbwB1mwZk0-ySAKiYUQ=/1024x769/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F08%2Fbabf989e-3dda-4b5f-8ab3-34739fe0c8ee_jpg.jpg)
Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) berunjuk rasa menolak kenaikan uang kuliah tunggal sebesar 30-50 persen di Kantor Biro Rektor USU, Medan, Rabu (8/5/2024).
JAKARTA, KOMPAS β Fenomena mahalnya uang kuliah tunggal atau UKT menunjukkan minimnya perhatian pemerintah pada pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia. Anggaran untuk pendidikan tinggi dalam APBN masih jauh dari ideal dan belum sesuai skala prioritas. Audit menyeluruh atas perencanaan dan penggunaan anggaran pendidikan kian mendesak.
Di atas kertas, alokasi anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebenarnya termasuk besar, yakni 20 persen dari total APBN. Anggaran pendidikan yang merupakan belanja wajib (mandatory spending) itu terus naik dari tahun ke tahun, sejalan dengan APBN yang terus meningkat.