Mayoritas Petugas Penyelenggara Pemilu Belum Terjaring BPJS Ketenagakerjaan
Dari 5,7 juta petugas KPPS di 820.161 tempat pemungutan suara, hanya 5,5 persen yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
JAKARTA, KOMPAS — Hak-hak para pekerja yang terlibat dalam proses penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 belum terpenuhi. Berkaca dari pengalaman Pemilu 2019 sebelumnya, para petugas tersebut menghadapi berbagai potensi risiko selama menjalankan tugas.
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sejumlah kementerian dan lembaga diwajibkan untuk menjamin perlindungan pekerja dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Salah satu jaminan perlindungan pekerja tersebut meliputi jaminan terhadap penyelenggaraan pemilu.
Angka 24 dan 25 huruf b Inpres No 2 Tahun 2021 menyebutkan, kepala daerah, baik di tingkat kabupaten atau kota maupun provinsi diminta untuk mengambil langkah-langkah agar seluruh pekerja baik penerima upah maupun bukan penerima upah termasuk pegawai pemerintah dengan status non-aparatur sipil negara, dan penyelenggara pemilu di wilayahnya, terdaftar sebagai peserta aktif dalam Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Baca juga: Agar Tak Ada Lagi Kasus Kesakitan dan Kematian Petugas KPPS
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, instruksi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan menerbitkan peraturan menteri yang mewajibkan pemerintah daerah untuk melaksanakannya. Akibatnya, hanya segelintir pemerintah daerah yang melaksanakan inpres tersebut lantaran tidak diwajibkan.
”Mereka (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara/KPPS) ini adalah masyarakat yang diperkerjakan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pemilu. Artinya, mereka itu juga pekerja, yang selain mendapatkan honor, juga wajib mendapatkan perlindungan. Seharusnya semua penyelenggara pemilu didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan agar mereka terlindungi,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (13/2/2024).
Berdasarkan informasi yang diterima sampai saat ini, tercatat hanya sekitar 315.000 petugas KPPS yang terdaftar sebagai tenaga kerja aktif dalam Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Dengan kata lain, mereka yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan baru 5,52 persen dari total sekitar 5,7 juta petugas KPPS yang bertugas di 820.161 tempat pemungutan suara (TPS).
Menurut Timboel, jaminan perlindungan terhadap para pekerja yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu tidak maksimal karena ketidakpatuhan pemerintah daerah. Padahal, BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan manfaat perlindungan terhadap berbagai risiko, meliputi kecelakaan kerja, sakit, hingga kematian akibat kelelahan.
Saat Pemilu 2019 tercatat 894 petugas meninggal dan 5.175 petugas sakit saat bertugas.
”Saat petugas KPPS ditetapkan dan mulai bekerja, mereka menjadi bagian dalam ketenagakerjaan dan harus dilindungi. Berkaca dari pengalaman sebelumnya saat pemilu serentak pada 2019, ada yang sakit dan bahkan meninggal karena kelelahan. Selain itu, terdapat risiko kecelakaan kerja saat mengantarkan kotak suara, saat dalam perjalanan, bahkan risiko adanya sabotase atau penganiayaan dari pihak-pihak tertentu,” ujarnya.
Saat Pemilu 2019 tercatat 894 petugas meninggal dan 5.175 petugas sakit saat bertugas. Kasus tersebut terjadi baik ketika para petugas pemilu tengah bertugas maupun setelah menjalankan tugas pada Pemilu 2019.
Dihubungi terpisah, anggota KPU, Idham Holik, menjelaskan, KPU telah mengambil kebijakan dalam rangka memitigasi potensi terulangnya kecelakaan kerja yang menimpa penyelenggara pemilu pada saat proses pemungutan penghitungan dan rekapitulasi suara yang pernah terjadi pada Pemilu serentak 2019. Salah satu kebijakan tersebut ialah dengan membatasi usia calon KPPS maksimal 55 tahun.
”Selain itu, KPU telah menurunkan batas usia minimal dari usia 21 tahun menjadi 17 tahun pada Pemilu Serentak 2024 dengan harapan petugas KPPS memiliki imunitas tubuh dan kesehatan yang lebih tangguh,” tuturnya.
Baca juga: Petugas KPPS di Makassar Berjibaku Antar Undangan Tanpa Alamat
Menurut Idham, faktor utama penyebab kecelakaan kerja pada Pemilu 2019 adalah adanya penyakit bawaan (komorbid), seperti darah tinggi dan jantung, yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh hingga kematian. Komorbid tersebut dipicu oleh faktor kelelahan selama proses pemungutan dan penghitungan suara.
Selain dengan membatasi usia, KPU juga mewajibkan calon KPPS untuk melampirkan surat keterangan sehat dari lembaga kesehatan dalam proses seleksi. ”Pemerintah dan pemerintah daerah berkomitmen untuk memberikan dukungan pelayanan kesehatan kepada KPPS,” lanjut Idham.
Berbeda dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang hanya bersifat kuratif, Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan turut memberikan manfaat ekonomi terhadap para peserta dengan memberikan santunan dan jaminan pendidikan anak. Manfaat yang diberikan meliputi kecelakaan kerja dan kematian, baik saat bekerja maupun dalam masa penjaminan.
Setidaknya terdapat jaminan yang dapat diterima oleh para petugas penyelenggara pemilu, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Untuk JKK, peserta akan menerima manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan ketika mereka mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan lingkungan kerja.
Para petugas KPPS dapat menerima manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan berupa santunan meninggal sebesar 48 kali dari upah yang diterima atau sekitar Rp 48 juta. Honor petugas KPPS adalah Rp 1,1 juta-Rp 1,2 juta.
Sebagai ilustrasi, para petugas KPPS dapat menerima manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan berupa santunan meninggal sebesar 48 kali dari upah yang diterima atau sekitar Rp 48 juta. Honor petugas KPPS adalah Rp 1,1 juta-Rp 1,2 juta.
Adapun untuk santunan cacat total tetap, nilainya 56 kali upah atau sekitar Rp 56 juta. Petugas KPPS juga berhak mendapatkan manfaat beasiswa senilai Rp 174 juta maksimal untuk dua anak hingga tingkat perguruan tinggi.
Untuk JKM, para peserta akan menerima manfaat berupa uang tunai yang diberikan kepada ahli waris saat peserta meninggal bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Sebagai ilustrasi, petugas KPPS dapat menerima manfaat meliputi santunan kematian, biaya pemakaman, dan santunan berkala selama 24 bulan senilai total Rp 42 juta. Selain itu, mereka juga mendapatkan manfaat beasiswa senilai Rp 174 juta maksimal untuk dua anak.
Timboel Siregar yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch menjelaskan, jika dibandingkan dengan JKN, para peserta BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan manfaat lebih banyak dan beragam. JKN hanya terbatas pada sakit normal dan bukan sakit akibat bekerja sehingga para petugas KPPS seharusnya ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan yang iurannya ditanggung oleh pemerintah daerah.
”Kalau petugas KPPS sampai meninggal, jangan sampai mengakibatkan keluarga mereka jatuh miskin dan anaknya tidak sekolah. JKN, kan, sesuai dengan Indonesia Case Base Groups atau sebatas biaya paket. Sementara BPJK Ketenagakerjaan lebih luas lagi, bahkan mereka yang tidak mampu bekerja akan menerima manfaat ekonomi berupa santunan tidak mampu bekerja (STMB),” katanya.
Baca juga: KSP: Penapisan Kesehatan KPPS untuk Lancarkan Pemilu
Seluruh ketentuan terkait dengan manfaat BPJS Ketenagakerjaan tersebut telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Dengan iuran minimal Rp 10.000 per bulan untuk program JKK dan Rp 6.800 per bulan untuk program JKM, petugas KPPS akan mendapatkan manfaat perlindungan yang besar atas risiko yang besar pula.
Dengan jumlah 5,7 juta petugas KPPS, total anggaran yang dibutuhkan untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 95 miliar untuk masa perlindungan selama sebulan. Nilai tersebut setara 0,12 persen dari total anggaran pemilihan presiden 2024 senilai Rp 76,6 triliun.
Timboel menegaskan, jaminan perlindungan ketenagakerjaan yang diterima oleh petugas KPPS berbeda dengan jaminan ketenagakerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja (perusahaan swasta). Oleh sebab itu, pihaknya mendorong pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menanggung jaminan perlindungan bagi mereka yang bekerja di TPS tanpa terkecuali.
”Bukan hanya KPPS, mereka yang juga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Petugas Pemungutan Suara (PPS), termasuk juga petugas pembawa kotak suara juga memiliki risiko kerja. Misalnya, di tengah jalan mendapatkan intervensi dari pihak yang ingin melakukan kecurangan. Bahkan, partai politik yang menempatkan saksi itu juga harus ikut menjamin karena mereka punya risiko kelelahan, dianiaya, dan risiko kecelakaan dalam perjalanan,” imbuhnya.
Baca juga: Jamsostek Beri Jaminan Kesehatan Petugas KPPS Magelang
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menambahkan, wacana pemberian proteksi terhadap petugas pemilu telah diusulkan Komisi IX DPR RI. Proteksi tersebut diberikan kepada semua panitia pelaksana penyelenggara pemilu sampai level TPS mengingat pada Pemilu 2019 telah mengakibatkan banyak korban.
Menurut Kurniasih, satu-satunya perlindungan yang paling tepat adalah BPJS Ketenagakerjaan. Terkait dengan anggaran, Komisi IX membahas wacana tersebut sejak lama, tepatnya sebelum pembahasan APBN 2024 mewacanakan hal tersebut.
”Masalahnya, pemilihan KPPS ini kan berlangsungnya sangat mepet sekali sehingga akan diberikan kepada siapa? Permasalahan kedua, lembaga mana yang berhak menanggung anggaran dana BPJS Ketenagakerjaan tersebut. BPJS Ketenagakerjaan, kan, harus ada pembayaran untuk kepesertaannya ya, yang paling tepat ada di mana? Ada di Kemendagri ataukah ada di KPU atau ada di mana? Nah ini harusnya sudah selesai,” katanya dalam keterangan resmi pada Selasa (23/1/2024).