Nasib Rupiah Tak Pasti di Awal Tahun
Akibat ketidakpastian dari luar dan dalam negeri, rupiah diperkirakan baru akan menguat pada paruh kedua tahun 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun secara fundamental kondisi perekonomian Indonesia masih stabil, pergerakan nilai tukar rupiah ke depan masih bisa melemah akibat dinamika global dan domestik terkini, termasuk kondisi politik yang kian panas. Rupiah pun diprediksi baru akan menguat pada paruh kedua tahun 2024 setelah ketidakpastian dalam dan luar negeri berakhir.
Nilai tukar rupiah pada akhir Desember 2023 ditutup menguat sebesar 1,1 persen secara tahunan dibandingkan dengan akhir tahun 2022. Kondisi ini pun masih lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara lain di kawasan ASEAN, seperti mata uang baht Thailand yang menguat 0,76 persen dan peso Filipina yang menguat 0,62 persen secara tahunan.
Meski demikian, Bank Indonesia (BI) mengantisipasi adanya potensi pelemahan nilai tukar rupiah di awal tahun akibat banyaknya ketidakpastian dan gejolak terkini. BI pun memperkirakan nasib rupiah masih akan serba tidak pasti di awal tahun dan baru menguat pada paruh kedua tahun 2024.
Baca juga: Faktor Eksternal Lemahkan Rupiah, Ekonomi Stabil
Gubernur BI Perry Warjiyo, Selasa (30/1/2024), menjelaskan, pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, kondisi fundamental berupa keseimbangan penawaran dan permintaan di pasar. Kedua, faktor sentimen pemberitaan yang bisa mendorong pelemahan nilai tukar.
Ia menegaskan, secara fundamental, kondisi perekonomian Indonesia sebenarnya masih stabil. Hal itu terlihat dari neraca perdagangan RI yang masih mempertahankan surplus sehingga menambah suplai peredaran valuta asing (valas) di dalam negeri. Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih terjaga dengan tingkat inflasi yang rendah.
”Berdasarkan faktor-faktor fundamental itu, semestinya memang rupiah menguat. Tetapi, kalau dalam jangka pendek ini, ada faktor-faktor berita dalam 1-2 minggu terakhir yang bisa berpengaruh menekan nilai tukar. Bukan hanya rupiah, tetapi juga mata uang seluruh dunia,” kata Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.
Ia mencontohkan beberapa berita yang sedang ramai akhir-akhir ini, seperti eskalasi konflik di Timur Tengah dan Laut China Selatan, berita tentang kebijakan ekonomi China yang menghentikan peminjaman saham tertentu agar pasar sahamnya tidak merosot, serta ”tebak-tebakan” pasar mengenai kebijakan The Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan tingkat suku bunga acuannya (fed fund rate).
Awalnya, pasar memprediksi tingkat suku bunga acuan The Fed akan turun pada triwulan I-2024. Namun, berdasarkan perkembangan terakhir, The Fed ternyata belum menunjukkan tanda-tanda menurunkan suku bunga acuan di awal tahun ini.
”Nanti kita monitor minggu ini akan seperti apa statement dari The Fed. Ini memang faktor berita-berita terbaru yang membuat dollar AS yang sudah sempat melemah tempo hari menguat lagi sehingga semua mata uang dunia melemah, tak terkecuali rupiah,” kata Perry.
Belakangan ini, dalam sepekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang melemah. Pada 22 Januari 2024, nilai tukar rupiah tercatat Rp 15.630, melemah menjadi Rp 15.705 pada 24 Januari 2024, menyentuh level Rp 15.815 pada 26 Januari 2024, kemudian menguat tipis pada pembukaan 30 Januari 2024 menjadi Rp 15.810.
Akibat pemilu
Tidak hanya faktor dinamika dari luar negeri, kondisi dalam negeri yang semakin panas menjelang perhelatan Pemilihan Umum 2024 pada 14 Februari mendatang pun ikut berdampak pada stabilitas rupiah. Berdasarkan tren pemilu selama ini, depresiasi rupiah biasanya memang mencapai puncak sebelum tahun pemilu dan mengalami moderasi sepanjang tahun pemilu.
Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mencatat, stabilitas moneter biasanya terpengaruh pada masa pemilu karena adanya belanja kampanye lebih tinggi sebelum pemilu, tekanan inflasi yang lebih tinggi, serta ketidakstabilan mata uang di tengah perilaku wait and see investor.
Baca juga: Pemilu, Konsumsi Meningkat tetapi Investasi Melambat
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, meskipun perkembangan rupiah secara historis lebih dipengaruhi oleh faktor global, dinamika domestik dan sentimen pemberitaan menjelang pemilu ikut memengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah. Akibat investor yang wait and see, nilai tukar rupiah biasanya akan melemah.
”Investor akan menunggu sementara sampai ada kepastian siapa pemenang pemilu dan bagaimana kelanjutan kebijakan ekonomi yang sudah ada ke depan,” katanya.
Ia pun menilai arus investasi asing akan kembali membaik pada semester II-2024. Selain karena pemilu yang sudah berakhir, The Fed juga diperkirakan akan menurunkan tingkat suku bunga acuannya pada Mei atau paruh kedua tahun 2024.
”Saat ketidakpastian global dan pemilu semakin intens di semester I, pada semester II nanti harapannya sentimen positif lebih mendominasi sehingga bisa mendukung posisi rupiah,” ujar Josua.
Akibat investor yang wait and see, nilai tukar rupiah biasanya akan melemah.
Menurut Josua, untuk saat ini, kondisi fundamental perekonomian Indonesia yang masih kuat dapat menahan potensi pelemahan rupiah lebih dalam. Hal itu membuat investor real money masih tetap berinvestasi di pasar keuangan RI meskipun secara sentimen ada ketidakpastian akibat gejolak politik.
Di sisi lain, ia menilai faktor ekonomi dan politik saat ini juga sudah tidak sepenuhnya saling berkaitan. Investor sudah lebih memahami dinamika politik domestik setelah Indonesia menggelar empat kali pemilu secara langsung.
Selain itu, kondisi fundamental ekonomi RI yang lebih stabil serta langkah-langkah reformasi dari pemerintah juga membuat kepercayaan investor relatif lebih stabil pada pemilu kali ini ketimbang pemilu-pemilu sebelumnya. ”Politik itu memang satu hal, tetapi dibandingkan dengan pemilu yang lalu memang sekarang kita lebih detach antara kondisi politik dan ekonomi,” kata Josua.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, secara umum stabilitas nilai tukar rupiah akan tetap terjaga sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter-fiskal pemerintah dan BI. Selain itu, prospek ekonomi Indonesia yang positif juga akan menarik masuknya aliran modal (capital inflow) ke dalam negeri.
”Ke depan, nilai tukar rupiah akan tetap stabil dan cenderung menguat didukung meredanya penguatan dollar AS. (Untuk menambah cadangan devisa), pemerintah juga akan terus bekerja sama dengan BI dalam menjalankan kebijakan parkir devisa hasil ekspor sumber daya alam di dalam negeri,” kata Sri Mulyani.