Target Bioetanol dan Ironi Swasembada Gula
Draf regulasi percepatan swasembada gula memicu diskusi publik, khususnya terkait produksi bioetanol. Alih-alih untuk energi, Indonesia masih mengimpor gula untuk konsumsi dan industri.
![Petani tebu berlari untuk menghindari hujan setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/2/2019). Pada pertemuan sebelumnya, petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia menyampaikan berbagai hal, seperti harga jual yang rendah, masuknya gula impor saat musim panen tebu, meminta agar pabrik-pabrik tebu milik BUMN direvitalisasi.](https://cdn-assetd.kompas.id/Ua8ymzU9-2xDuaLZlplZJ8R1t50=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F02%2F06%2Fd5bd50f5-5d57-42df-8155-83f298c06f9f_jpg.jpg)
Petani tebu berlari untuk menghindari hujan setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/2/2019). Pada pertemuan sebelumnya, petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia menyampaikan berbagai hal, seperti harga jual yang rendah, masuknya gula impor saat musim panen tebu, meminta agar pabrik-pabrik tebu milik BUMN direvitalisasi.
Berharap dapat meniru cara Brasil mengolah tebu menjadi gula dan bioetanol, pemerintah menyiapkan regulasi tentang percepatan swasembada gula dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati. Namun, urgensinya menuai diskusi publik. Sebab, selama ini Indonesia kepayahan mengejar target swasembada dan menjadi pengimpor gula dalam jumlah yang tidak sedikit.
Regulasi itu akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati. Selain menjamin ketahanan pangan, target swasembada gula itu untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu, dan meningkatkan ketahanan energi.