Salah satu kendala pengembangan bioetanol ialah keterbatasan bahan baku, antara lain molases (tetes tebu) yang sebagian diekspor. Penerapan DMO jadi opsi solusi.

Biodiesel B40 ditargetkan mulai dipakai penuh pada 2025. Penghematan impor solar dan pengurangan emisi jadi sasaran.

Peta jalan pengembangan etanol sebagai bahan campuran dalam Pertamax Green 95 terus dimatangkan.

Di era transisi energi, pengembangan bioavtur—campuran minyak inti sawit dengan kerosin—untuk bahan bakar pesawat, dinilai relevan. Namun, aspek teknis dan bisnis juga mesti diperhatikan dengan baik.

Upaya pemerintah menghadirkan ”green gasoline” perlu dikaji dengan saksama karena rantai pasok bioetanol berbeda jauh dengan komoditas biodiesel.

Transisi energi melalui elektrifikasi kendaraan dinilai bukan satu-satunya jalan dekarbonisasi untuk mencapai emisi nol bersih. Ada berbagai alternatif lain, salah satunya adalah melalui penggunaan bahan bakar nabati.

PT Pertamina Patra Niaga resmi memperkenalkan Pertamax Green 95 sebagai produk baru bahan bakar kendaraan. Produk itu hasil pencampuran bensin dengan bioetanol 5 persen yang berbahan baku tetes tebu.

Bioetanol 5 persen akan dicampurkan pada pertamax, hingga menghasilkan produk bensin dengan nilai oktan (RON) 95. Bioetanol merupakan hasil pemanfaatan tetes tebu dalam proses pembuatan gula tebu.