logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊSetelah 150 Dollar AS
Iklan

Setelah 150 Dollar AS

Naiknya harga batubara hingga ke level 150 dollar AS per ton dikhawatirkan akan memicu produksi yang berdampak pada daya dukung lahan. Masalah lainnya adalah pengelolaan pascatambang yang pengawasannya masih lemah.

Oleh
ARIS PRASETYO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/NHXxnm7fTQstVeKHgwVZ_f6dMes=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F09%2F20180926_BATU-BARA_A_web_1537966736.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Aktivitas penambangan batubara di area PT Tunas Inti Abadi di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Rabu (26/9/2018). Di area tambang di wilayah Tanah Bumbu ini terdapat sumber daya batubara 106 juta ton dan cadangan sekitar 52 juta ton dengan kandungan kalori 5.400-5.600 kcal per kg.

Bisa jadi, beberapa bulan terakhir ini adalah bulan-bulan yang menggembirakan bagi pengusaha batubara Indonesia. Di tengah perekonomian yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19, mereka menikmati lonjakan harga batubara yang tembus ke angka 150 dollar AS per ton. Perlu ada kewaspadaan di tengah euforia lonjakan harga komoditas tambang tersebut.

Sejak Maret 2021, harga batubara acuan di Indonesia menanjak signifikan. Pada bulan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga 84,47 dollar AS per ton. Kenaikan harga terus berlanjut hingga menyentuh level 100 dollar AS per ton pada Juni lalu. Puncaknya, pada 6 September, pemerintah mengumumkan harga batubara acuan 150,03 dollar AS per ton.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan