logo Kompas.id
›
Pendidikan & Kebudayaan›Pandemi Jadi Kaca Pembesar...
Iklan

Pandemi Jadi Kaca Pembesar Disparitas Layanan Pendidikan

Pandemi Covid-19 membuka disparitas layanan pendidikan di Indonesia. Mereka yang berkecukupan fasilitas semakin berkembang, sebaliknya yang kurang fasilitas kian tertinggal.

Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/gJGVfpjaMI_CJGCcb2_Nn9KKNtI=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F06%2F1af2d101-1f69-4ab5-8aa2-caa75a48c039_jpg.jpg
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Sekitar 40 anak dari keluarga tak mampu di Penjaringan, Jakarta Utara  sedang mengisi waktu luangnya dengan menggambar bersama di kolong tol Pelabuhan, Minggu (13/6/2021). Kegiatan ini diinisasi oleh pasangan muda Antok dan Melly setelah mereka memperhatikan bahwa anak-anak yang hidup di lingkungan yang \'keras\' tersebut kurang mendapat asupan kegiatan yang berguna. Apalagi setelah sebagian besar dari mereka semenjak pandemi tidak bisa mengikuti pelajaran secara daring karena orang tuanya tidak memiliki gawai yang menjadi syarat agar dapat mengakses pelajaran.

JAKARTA, KOMPAS – Pandemi  diyakini  bukan menjadi faktor penyebab, melainkan kaca pembesar disparitas layanan pendidikan di Indonesia yang semakin menganga lebar. Disparitas layanan pendidikan ini terjadi bukan hanya antar daerah, tapi juga di dalam satu daerah dan menjadi cermin terjadinya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat Indonesia.

Guru Besar Universitas Katolik Widya Mandala Anita Lie mengatakan, jauh sebelum pandemi Covid-19, learning loss atau hilangnya pembelajaran sudah terjadi  pada anak-anak Indonesia yang belajar di sekolah. Berdasarkan data dari  Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan Bank Dunia, capaian lama belajar di Indonesia sudah 12,4 tahun. Namun, lamanya sekolah ini tak selaras dengan kemampuan rata-rata capaian belajar yang hanya mampu mengerjakan setara belajar 7,8 tahun.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan