logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanTak Ada Urgensi Merevisi...
Iklan

Tak Ada Urgensi Merevisi Undang-Undang Pers

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja terkait pers masih mengundang polemik. Komunitas pers menolak RUU ”omnibus law” yang merevisi UU Pers yang selama ini telah berjalan baik.

Oleh
Sonya Hellen Sinombor
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/HuTicmlJ0gpYW8zIjoWWqofJnmc=/1024x498/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2FDP1_1582128810.jpg
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR

M Agung Dharmajaya, anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers (berjaket di tengah), bersama Ketua Umum AJI Abdul Manan, Imam Wahyudi (Ketua Dewan Pertimbangan IJTI),dan  Gading Yonggar Ditya (Kepala Bidang Advokasi LBH Pers), menyampaikan pernyataan terkait RUU Cipta Karya yang memasukkan revisi UU Pers, di Jakarta, Selasa (18/2/2020).

JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pers terus mempertanyakan Rancangan Undang-Undang Cipta Karya yang  merevisi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Revisi itu dianggap tidak jelas urgensinya untuk saat ini. Karena itu, pemerintah dan DPR diminta untuk menarik revisi pasal-pasal terkait pers tersebut.

Dewan pers dan organisasi wartawan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menemui Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas dan anggota Baleg DPR, Rabu (19/2/2020), di  kompleks Parlemen Senayan. Hadir dalam pertemuan itu, M Agung Dharmajaya (anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers), Ketua Umum AJI Abdul Manan, Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana, dan pengacara publik LBH Pers, Ahmad Fathanan.

Editor:
ilhamkhoiri
Bagikan