Akhir Malam Pelukis Tayuh
Di ujung kematiannya, wajah istrinya sekilas teringat, tapi segera lenyap oleh rasa cemasnya sendiri. Jantungnya terasa rontok setiap kali mendengar letusan senjata. Telinganya pekak oleh orang-orang yang berteriak.
Setelah digiring menuju hutan, Marmo berdiri sekitar lima meter dari bibir sungai di bawah bayang-bayang langit kelam usai hujan di bulan November. Dia tak sendiri. Masih tersisa beberapa tahanan dalam barisannya yang menunggu ajal. Setiap tahanan diikat tangannya ke belakang, dan matanya ditutup kain hitam.
Sementara, satu regu prajurit memegang Bren, berdiri siaga berjaga di sekitar. Dua orang lainnya, tanpa seragam, sibuk mengurusi sekitar dua puluh mayat dengan cara barbar. Mereka menyeretnya ke pinggir sungai, menjajarkannya seperti menjemur batang, kemudian mengangkatnya satu-satu dan melemparkannya ke dalam sungai. Pekerjaan itu membutuhkan waktu hampir satu jam. Kelambanan itu membuat sersan yang memimpin tak sabar.