logo Kompas.id
β€Ί
Cerpenβ€ΊWarna Senja
Iklan

Warna Senja

Suamiku sangatlah baik padaku. Tentu saja. Ia hanya mulai sering terlambat menyediakan stok warna senja gara-gara aku yang terlalu cepat melukis

Oleh
Rosita
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/V_pc7w0PAqofGepNO-XcVPuM8yA=/1024x1446/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F20200325-ilustrasi-Cerpen-Warna-Senja_web_88380756_1585144050.jpg

Aku ingin membenamkan wanita itu dalam lautan hitam. Sebagaimana sang surya ditenggelamkannya hingga menyemburkan warna jingga kemerah-merahan di langit. Sedari tadi mulutnya mencerocoskan banyak pertanyaan padaku. Tak henti-henti merogoh kehidupan pribadiku bahkan yang paling tersembunyi sekalipun. Aku tak tahu apa tujuannya. Sayang, aku tak mungkin sungguhan melakukannya. Sebab pemandangan laut berlatar senja di langit hanya ada dalam lukisanku.

Wanita itu duduk tak sampai dua depa dari tempatku melukis senja di salah satu sudut ruangan putih, bersih nan lengang ini. Rambutnya hitam dengan sedikit semburat warna tanah pada ujung-ujungnya. Membingkai parasnya yang sewarna pasir pantai keemas-emasan. Ketika tak sengaja mata kami bersitatap, kudapati ia memiliki dua iris mata hitam legam. Senyum pun selalu tergurat di bibirnya yang bersapu gincu kecoklatan, nyaris tiap kali aku melirik padanya. Lantas mengapa aku merasa harus membangun pagar antara kami berdua? Barangkali karena aku tak mau salah lagi menilai orang. Peringatan-peringatan semacam itu selalu dibisikkan padaku. Seolah ada semut-semut yang menggerayangi otakku.

Editor:
arcanaputu
Bagikan