Generasi milenial dan Z diyakini lebih menyukai rumah ukuran kecil. Selain keuangan, mereka cenderung cari yang praktis.

Pemerintah diminta untuk lebih jauh terlibat aktif dalam menyiapkan perumahan bagi masyarakat. Pemerintah dapat memberikan potongan pajak dan mendorong pembangunan hunian "low rise" agar membantu milenial memiliki rumah.

Langkah bank sentral AS menaikkan suku bunga acuannya tidak berpengaruh langsung ke sektor properti di Tanah Air, kecuali jika Bank Indonesia (BI) segera merespons.

Keterbatasan lahan menjadi pangkal persoalan penyediaan hunian rakyat. Mengapa pemerintah tidak menggunakan aset-asetnya berupa kantor, pasar, bank, atau lahan kosong untuk dibangun hunian terpadu bersubsidi?

Iming-iming rumah murah dengan cara pembayaran yang mudah, menggiurkan mereka yang selama ini mengidamkan punya rumah. Sayangnya, tidak semua tawaran itu benar. Ada juga yang bak memasang jebakan bagi konsumen.

Kemudahan memiliki rumah membuat sebagian orang tergiur pada penawaran rumah murah. Setelah uang muka dibayarkan, pembangunan rumah tidak seindah yang dibayangkan. Uang melayang, rumah tidak ada.

Kebutuhan rumah di Jakarta tidak akan lagi menggunakan konsep hak milik, melainkan sewa. Rusunawa, indekos, sewa apartemen dan rumah tapak bisa menjadi hunian transit sebelum milenial mampu membeli rumah.

Sebagian besar generasi milenial berusaha mewujudkan impian memiliki rumah dengan menambah penghasilan, menabung uang muka, mengubah gaya hidup, hingga menambah penghasilan.