Intelektualitas seseorang sama sekali tidak terletak pada gelar doktor atau profesor.

Perguruan tinggi tidak pernah lepas dari sorotan publik.

Pertaruhan sesungguhnya justru terletak pada nyali dan kemampuan pihak UI untuk menguji diri mereka sendiri.

Interaksi antara calon spesialis dan pembimbing sangat intens dan personal. Dalam proses ini rawan terjadi perundungan.

Miskinnya penghayatan atas nilai keadilan hukum menjadikan negara ini sering heboh bukan untuk hal yang bermutu.

Publikasi boleh melimpah, tetapi mesti diiringi peningkatan kualitas kematangan intelektual dan iklim akademik rasional.

Muncul kekhawatiran kemajuan kecerdasan buatan akan menjadi bumerang yang bakal menghancurkan proses pendidikan di kampus/sekolah. Terutama terkait kecurangan dalam ujian. Menegakkan etika akademik jadi pilihan mutlak.

Kecerdasan buatan mempunyai sejumlah keterbatasan. Penggunaan kecerdasan buatan di bidang pendidikan perlu diikuti kehati-hatian dan tetap menjunjung etika akademik.