logo Kompas.id
โ€บ
Utamaโ€บElektabilitas Kesampingkan...
Iklan

Elektabilitas Kesampingkan Status Bekas Napi Korupsi

Bekas koruptor yang masih ngotot mencalonkan diri di pemilihan kepala daerah sudah jelas melanggar etika politik. Jadi, sekalipun tak ada yang melarangnya, partai politik dituntut mempertimbangkan etika politik itu.

Oleh
Dhanang David/Kurnia Yunita/I Gusti Agung
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/8oOyaMb6WRS1N2pbedD9M2kXU4k=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2F20190807_ENGLISH-ANALISIS-POLITIK_C_web_1565191085.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Bupati Kudus Muhammad Tamzil mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, 27 Juli 2019. Tamzil ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan menerima hadiah atau janji pengisian jabatan. Pada 2014, Tamzil divonis bersalah dalam kasus korupsi APBD Kudus. Setelah bebas pada 2015, dia maju pada Pilkada Kudus 2018 dan terpilih.

JAKARTA, KOMPAS โ€” Ketiadaan larangan bagi bekas terpidana korupsi untuk maju dalam pemilihan kepala daerah membuka kemungkinan pemilihan selanjutnya akan kembali diwarnai calon pimpinan daerah berstatus bekas napi korupsi. Apalagi partai politik membuka ruang itu. Status pernah dipenjara karena korupsi bisa dikesampingkan asalkan elektabilitasnya tinggi.

โ€Tidak bisa dimungkiri bahwa target setiap partai adalah untuk memenangi proses pilkada (pemilihan kepala daerah). Kita pun tidak bisa membatasi hak seseorang untuk mencalonkan diri, apalagi jika bekas napi korupsi tersebut memiliki elektabilitas yang tinggi di daerahnya,โ€ tutur Ahmad Doli Kurnia, fungsionaris Partai Golkar, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (6/12/2019).

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan