logo Kompas.id
Utama”Ambyar”
Iklan

”Ambyar”

Ya, terhadap politik kita sekarang, rakyat kiranya boleh merasa patah hati. Rasanya, kita memang sedang hidup di zaman ewuh-pekewuh, di mana banyak hal jadi serba salah, apalagi politiknya, yang wr-wr-wr, ambyar.

Oleh
Sindhunata
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Q70CvrIu0G93-6cvVRJ7x0GHa3U=/1024x921/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2Fkompas_tark_18391560_140_1-e1574218822755.jpeg
KOMPAS/FERGANANTA INDRA RIATMOKO

Sindhunata

Seribu kota sudah kulewati. Seribu hati sudah kutanyai. Tapi tak seorang pun mengerti, ke mana kau pergi. Bertahun-tahun aku mencari, belum kutemukan kau juga sampai hari ini. Seandainya kau sudah hidup bahagia, aku sungguh rela. Namun hanya satu permohonanku, aku ingin bertemu denganmu. Walau hanya sekejap mata, sekadar untuk obat rindu di dalam dada.

Itulah sepenggal lagu di antara sekian lagu Didi Kempot yang akhir-akhir ini telah mengharu biru penggemarnya. Lagu-lagu Didi Kempot tercipta dalam bahasa Jawa. Dan sudah lama ia menyanyikannya. Namun, baru akhir-akhir ini lagu-lagunya meledak. Penggemarnya meluas, tak terbatas mereka yang mengerti bahasa Jawa. Bukan hanya orangtua yang gemar lagu campur sari, melainkan juga anak-anak muda bergaya hidup modern dan jauh dari tradisi.

Editor:
yohaneskrisnawan, haryodamardono
Bagikan