logo Kompas.id
โ€บ
Utamaโ€บMenanti Undang-Undang yang...
Iklan

Menanti Undang-Undang yang Berpihak Pada Korban

Oleh
Sonya Hellen Sinombor
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Yrg5Wsxd8pfaEJw-kbeLo4wtH5c=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2F20181221_ENGLISH-TAJUK_A_web_1545397621.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pawai akbar yang diinisiasi Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menyusuri Jalan Medan Merdeka Barat menuju ke Taman Aspirasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (8/12/2018). Pawai ini sebagai bentuk desakan kepada DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi UU. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sejak 2014, Indonesia sudah pada status darurat kekerasan seksual.

Akhir April 2019, Uli Pangaribuan, advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Jakarta, terbata-bata menjawab pertanyaan awak media, terkait kasus pemerkosaan yang menimpa dua anak, kakak beradik J (14) dan J (7). Uli tidak habis pikir, bagaimana mungkin majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong membebaskan terdakwa, H (41), pelaku pemerkosa, karena alasan tak ada saksi yang melihat langsung kejadian perkara.

Padahal, kasus kekerasan seksual tersebut dialami para korban dalam waktu yang cukup lama, sekitar tiga tahun atau  semenjak J berumur 12 tahun dan J berumur 4 tahun.  โ€œMajelis hakim benar-benar tidak berpihak pada korban yang merupakan anak-anak,โ€ ungkap Uli, Senin (22/5/2019), saat menyampaikan sikap Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta atas kasus tersebut.

Editor:
Bagikan