logo Kompas.id
RisetMenjaga Marwah Demokrasi...
Iklan

Menjaga Marwah Demokrasi Penyelenggara Pemilu di Indonesia

Integritas dan independensi KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam menjalankan proses demokrasi mutlak dibutuhkan.

Oleh
AGUSTINA PURWANTI
· 5 menit baca
Petugas memasukkan logistik pemilu yang baru tiba dengan kapal ke atas sepeda motor roda tiga di dermaga Pulau ke Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jatim, Senin (12/2/2024). Sebanyak 115 kotak suara untuk 23 TPS dikirim menggunakan kapal. Dua kapal dilibatkan dalam proses distribusi tersebut. Jumlah daftar pemilih tetap di Pulau Gili Ketapang mencapai 6.000 orang.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Petugas memasukkan logistik pemilu yang baru tiba dengan kapal ke atas sepeda motor roda tiga di dermaga Pulau ke Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jatim, Senin (12/2/2024). Sebanyak 115 kotak suara untuk 23 TPS dikirim menggunakan kapal. Dua kapal dilibatkan dalam proses distribusi tersebut. Jumlah daftar pemilih tetap di Pulau Gili Ketapang mencapai 6.000 orang.

Setelah melalui berbagai dinamika politik, ketiga lembaga pengawal pemilu Indonesia bersiap menyukseskan jalannya pemilihan langsung pada Rabu (14/2/2024) esok. Integritas dan independensi KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam menjalankan proses demokrasi harus terjaga demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Bagi sebuah negara demokrasi, pemilihan umum menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebagaimana diketahui, pemilu di Indonesia diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setiap lima tahun sekali.

Guna menjamin pemilu yang berkedaulatan rakyat, UUD 1945 Pasal 22E menyebutkan bahwa pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan adil. Asas tersebut dikenal dengan sebutan luber dan jurdil. Demi mencapai tujuan tersebut, dibentuklah lembaga profesional yang mengawal jalannya pemilu.

Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang telah diubah menjadi UU No 7 Tahun 2023 mengamanatkan tugas tersebut kepada tiga lembaga. Terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Penyelenggara pemilu

Komisi Pemilihan Umum ditunjuk sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan pemilu. KPU pertama kali dibentuk oleh presiden untuk melaksanakan Pemilu 1999 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 16 tahun 1999 tentang Pembentukan KPU dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum KPU.

Saat itu, anggota KPU terdiri dari wakil-wakil partai politik peserta pemilu ditambah beberapa orang perwakilan pemerintah dan tokoh masyarakat. Total anggota KPU berjumlah 53 orang. Keanggotaan KPU untuk pertama kali dilantik oleh Presiden BJ Habibie.

Adapun sebagai penyelenggara pemilu, KPU bertugas merancang pemilu hingga evaluasi dan penyusunan laporan di setiap tahapan pelaksanaan pemilu. Rangkaian tugas diawali dengan merencanakan program dan anggaran hingga menetapkan jadwal penyelenggaraan pemilu.

Dari program yang telah dirancang, KPU menyusun tata kerja dari tingkat pusat hingga daerah, dari provinsi hingga tingkat TPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Tak hanya dalam negeri, tetapi juga KPPS luar negeri. Termasuk juga menyosialisasikan penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat.

Baca juga: Laporan Jaga Pemilu, Mayoritas Dugaan Pelanggaran Dilakukan ASN

https://cdn-assetd.kompas.id/gi6diWxwRATThNptmYPFWE3FPvU=/1024x872/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F12%2F2dcea430-80b0-46ee-a984-e4da77f299e9_png.png

KPU juga berkewajiban menyusun peraturan di setiap tahapan pemilu. Mengumumkan calon atau kandidat peserta pemilu pun menjadi bagian dari tugas KPU hingga mengumumkan hasil pemungutan suara. Hingga kini, pemilu di Indonesia masih menjadi tanggung jawab KPU. Namun, terjadi perubahan anggota KPU dari perwakilan parpol menjadi akademisi dan tokoh masyarakat guna mewujudkan pemilu yang mandiri, profesional, dan berintegritas.

Pada saat pemilu pertama kali dilaksanakan di Indonesia tahun 1955, kegiatan pemilihan ini di bawah koordinasi Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). PPI nasional beranggotakan 5-9 orang dan diangkat oleh presiden. Selanjutnya, untuk PPI di tingkat provinsi diangkat oleh menteri kehakiman yang beranggotakan 5-7 orang. Dengan jumlah yang sama, PPI di level kabupaten diangkat oleh menteri dalam negeri.

Tahun 1970, tugas pelaksanaan pemilu diemban Lembaga Penyelenggara Pemilu (LPU) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1970 dan diketuai menteri dalam negeri. LPU bertugas hingga tahun 1997, yang kemudian digantikan oleh KPU hingga saat ini.

Pengawas pemilu

Iklan

Dalam penyelenggaraannya, pemilu yang identik dengan kontestasi yang ”jurdil” diduga diwarnai dengan sejumlah kecurangan. Ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan pemilu muncul sekitar tahun 1980 yang didugai mulai dikooptasi oleh kekuatan penguasa.

Padahal, sebelumnya, terutama Pemilu 1955, peserta dan warga negara percaya penuh pada penyelenggaraan pemilu. Gesekan yang muncul dianggap sebagai konsekuensi pertarungan ideologi yang cukup kuat saat itu.

Demi menjaga pemilu yang dapat dipercaya, dibentuklah Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu) pada tahun 1982. Lembaga ini melekat pada LPU. Pembentukan tersebut dilatarbelakangi banyaknya protes atas dugaan kecurangan dan manipulasi penghitungan suara oleh petugas pada pemilu 1971. Situasi tersebut juga menjadi cikal bakal terbentuknya KPU guna menjamin pemilu terlaksana secara independen.

Baca juga: Tidak Lagi seperti Memilih Kucing dalam Karung

https://cdn-assetd.kompas.id/89aX_UFRXehapBow5QpnMRbMfR8=/1024x872/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F12%2F433bd4ab-3057-4fd4-b142-aed88b8828ed_png.png

Seiring berjalannya waktu, nomenklatur lembaga pengawas pemilu berubah dari Panwaslak menjadi Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Perubahan mendasar ini baru dilakukan melalui UU Nomor 12 Tahun 2003. Sejak saat itu juga, Panwaslu dilepaskan dari struktur KPU dan dibentuk lembaga ad hoc Panwaslu dari pusat hingga tingkat kecamatan.

Baru pada tahun 2007, kelembagaan pengawas pemilu dikuatkan melalui UU Nomor 22 Tahun 2007. Lembaga tetap pun dibentuk dengan nama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang berlaku hingga saat ini. Aparatur Bawaslu berada dari level pusat hingga tingkatan kelurahan/desa.

Tugas utama Bawaslu adalah mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu. Bawaslu juga menerima pengaduan dan menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pidana pemilu, dan kode etik. Mencegah terjadinya praktik politik uang juga menjadi bagian dari tugas Bawaslu. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011 Bawaslu juga memiliki kewenangan untuk mengatasi sengketa pemilu.

Dewan kehormatan

Kendati sebagai pengawas pemilu, Bawaslu tidak berkewenangan menindaklanjuti pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu. Tugas itu dilimpahkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP kemudian menyelenggarakan penyelidikan, verifikasi, dan pemeriksaan atas aduan hingga pemberian sanksi tegas dan memutus pelanggaran kode etik. Bukan hanya KPU, Bawaslu pun bisa menjadi subyek teradu yang dapat ditindaklanjuti oleh DKPP.

DKPP diresmikan pada 12 Juni 2012 berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Struktur kelembagaannya bersifat tetap dan profesional. Anggota DKPP terdiri atas unsur masyarakat dan profesional dalam bidang kepemiluan. Terdapat juga masing-masing satu perwakilan dari anggota KPU dan Bawaslu aktif. Keanggotaannya berlaku selama lima tahun.

Baca juga: Tidak Tenang di Masa Tenang Pemilu

https://cdn-assetd.kompas.id/f8IitMJ-wg4R3JnJ24ijqHZY_2M=/1024x740/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F12%2F6e5fcb99-c96d-4275-a460-5f73d10a7f68_png.png

Tahun 2017, kesekretariatan DKPP dikuatkan melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kesekretariatan DKPP dipimpin langsung oleh Sekretaris DKPP. Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011, kesekretariatan DKPP dibantu oleh Sekjen Bawaslu.

Sebagai informasi, DKPP merupakan transformasi dari Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK-KPU) yang dibentuk tahun 2003. DK-KPU saat itu bersifat ad hoc dan merupakan bagian dari KPU.

Melihat penguatan yang dilakukan pada setiap lembaga pengawal pemilu, idealnya marwah demokrasi benar-benar dapat dijaga sepanjang masa. Bukan hanya dari sisi pelaksanaannya yang tertib, luber, dan jurdil, tetapi juga pelaksananya yang amanah.

Merujuk hierarki kelembagaannya, potensi adanya kecurangan dan pelanggaran dalam proses pemilu seharusnya dapat diantisipasi sedini mungkin. Jika pun itu terjadi, seyogianya dapat diatasi sesegera mungkin secara tuntas. Oleh sebab itu, independensi dan profesionalitas masing-masing lembaga pengawal pemilu tersebut sangat diandalkan.

Kiprah lembaga tersebut sangat menentukan keberhasilan demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Pertanggungjawaban terbesarnya bukan kepada rezim yang memimpin negara, melainkan kepada rakyat sebagai unsur utama demokrasi di negeri ini. (Litbang Kompas)

Editor:
BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
Bagikan