Para Capres Sepaham dengan Solusi Promotif dan Preventif Kesehatan
Upaya promotif dan preventif perlu diprioritaskan dalam menjaga kesehatan masyarakat daripada langkah kuratif.
Penanganan kesehatan menjadi salah satu sorotan penting dalam debat calon presiden terakhir pada minggu lalu. Upaya promotif dan preventif menjadi langkah krusial yang perlu diprioritaskan dalam menjaga kesehatan masyarakat daripada langkah kuratif yang cenderung lebih banyak dilakukan saat ini.
Dalam Debat Kelima Pemilu Presiden 2024 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2024), mengetengahkan sejumlah topik penting. Topik itu terdiri dari tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.
Khusus topik kesehatan, upaya pencegahan penyakik dan menjaga kesehatan masyarakat menjadi fokus utama para capres yang berkontestasi. Hampir semua kandidat sepaham dengan upaya preventif seperti pembangunan fasilitas kesehatan, infrastruktur pendukung, hingga penambahan tenaga kesehatan. Selain itu, mereka juga berupaya mengoptimalkan implementasi program dan anggaran kesehatan yang sudah direncanakan.
Dalam dunia kesehatan, istilah promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif merujuk pada sejumlah upaya dan pelayanan yang dilakukan dalam rangka menjaga dan menjamin kesehatan masyarakat. Pelayanan promotif lebih mengutamakan kegiatan promosi kesehatan. Upaya preventif menitikberatkan pada program pencegahan penyakit. Sementara itu, kuratif dan rehabilitatif mengutamakan pengobatan dan pengendalian penyakit serta pengembalian penderita ke masyarakat agar berfungsi kembali dalam sitem sosial.
Ketika debat berlangsung terkait topik kesehatan, panelis menanyakan kepada capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, tentang persoalan kurangnya upaya promotif dan preventif sehingga berdampak pada rendahnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia dibandingkan 11 negara Asia Tenggara lainnya. Dari pertanyaan tersebut, capres Ganjar diminta memaparkan strateginya untuk memprioritaskan anggaran dan program promotif dan preventif kesehatan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ganjar menyatakan bahwa pentingnya pengetahuan kesehatan bagi setiap insan manusia. ”Bentuk pengetahuan kita terhadap kesehatan minimal untuk kita sendiri, berolahraga, makan sehat, hidup bersih-sehat. Saya kira itu yang paling baik,” ujarnya.
Tahap berikutnya, kata Ganjar, barulah kita (pemerintah) memberikan fasilitas Kesehatan sampai ke desa-desa, satu desa, satu fasilitas kesehatan, dan satu tenaga kesehatan. Peranan pendukung kesehatan mulai dari posyandu, dasawisma, kelurahan, hingga tingkatan rukun tetangga (RT) sangat penting untuk menciptakan kesehatan optimal hingga level desa.
Ganjar juga mengusulkan untuk mengembalikan anggaran kesehatan sebesar 5-10 persen guna memastikan layanan kesehatan menjadi jauh lebih baik. Upaya promotif dan preventif bisa berhasil baik dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan dukungan pemerintah.
Baca juga: Visi-Misi Capres Terfokus pada Layanan Kesehatan
Pernyataan Ganjar tersebut mendapat tanggapan dari capres lainnya. Meskipun sedikit memberikan pandangan yang berbeda, secara umum saling melengkapi. Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, menyampaikan bahwa upaya promotif, preventif, dan kuratif ini perlu dilakukan dengan seimbang dan dilakukan dengan melibatkan berbagai sektor. Sebab, selama ini masalah itu sering kali dianggap menjadi tantangan Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan saja. Padahal, sektor lain juga bertanggung jawab mewujudkannya. Ia memberi contoh berdasarkan pengalamannya memimpin DKI Jakarta, upaya promotif dan preventif lintas sektoral itu diwujudkan berupa pembangunan infrastruktur air bersih, taman-taman, jalur sepeda, trotoar, dan festival olahraga.
Selanjutnya, capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyebutkan bahwa solusi dari masalah kesehatan di Indonesia ditempuh dengan cara menambah tenaga kesehatan dan alat kesehatan. Ia menyebutkan bahwa sampai saat ini Indonesia kekurangan 140.000 dokter. Selain itu, kebutuhan mendasar yang, menurut dia, perlu dipenuhi adalah penyediaan makanan bergizi bagi anak dan ibu untuk meningkatkan imunitas dan mencegah penyakit.
Fasilitas dan tenaga kesehatan
Gagasan yang disampaikan ketiga capres tersebut dapat menjadi alternatif solusi masalah kurangnya upaya promotif dan preventif kesehatan di Indonesia. Penyediaan infrastruktur, fasilitas, dan SDM kesehatan yang diusung oleh capres dalam debat itu menjadi langkah penting untuk direalisasikan. Sebab, sejauh ini fasilitas dan SDM kesehatan yang ada di Indonesia jumlahnya belum cukup dan sebarannya belum merata. Padahal, fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang terampil menjadi salah satu kunci keberhasilan program promotif dan preventif itu.
Deskripsi sederhananya dapat dilihat dari peran puskesmas untuk kesehatan masyarakat di sekitarnya. Puskesmas sudah diatur untuk didirikan di setiap kecamatan di Indonesia. Tujuannya agar pelayanan kesehatan masyarakat bisa menyentuh lingkup terkecil minimal setingkat kecamatan terutama dalam upaya promotif dan preventif. Dari lingkup kecil tersebut, kegiatan sosialisasi, pencegahan, hingga penapisan penyakit sebagai bagian dari upaya promotif dan preventif kesehatan bisa dikoordinasi oleh puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan secara nasional.
Baca juga: Janji Anies, Prabowo, dan Ganjar Prioritaskan Upaya Promotif-Preventif Bidang Kesehatan
Sayangnya, hingga saat ini jumlah puskesmas yang tersedia belum ideal. Menurut Kementerian Kesehatan, pada 2022 terdapat 171 kecamatan yang belum memiliki puskesmas. Daerah yang paling rendah ketersediaan puskesmasnya adalah di Papua. Tidak hanya kekurangan infrastruktur, kondisi puskesmas di beberapa daerah juga belum ideal. Masih ada beberapa daerah, seperti di Papua, Papua Barat, Maluku dan sejumlah provinsi di Indonesia timur, yang tidak memiliki dokter di puskesmasnya. Tenaga kesehatan yang bertugas di sana juga terbatas. Selain itu, masih banyak pula puskesmas yang kekurangan sarana, prasarana, dan alat kesehatan.
Dengan kondisi tersebut, maka sebagian puskesmas belum dapat menjalankan perannya secara optimal dalam upaya promotif dan preventif kesehatan. Sejumlah daerah yang tidak memiliki puskesmas atau tidak terjangkau puskesmas menjadi minim layanan sosialisasi, pencegahan penyakit, dan pemantauan kesehatan masyarakatnya.
Penapisan kesehatan
Mewujudkan pencegahan penyakit dan promosi kesehatan tidak hanya bergantung pada ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan. Optimalisasi peran dan fungsi fasilitas dan tenaga kesehatan dalam program promotif dan preventif kesehatan juga tidak kalah pentingnya. Dalam bidang preventif, misalnya, puskesmas berperan penting dalam melakukan penapisan atau skrining penyakit. Penapisan ini dilakukan untuk mendekteksi faktor-faktor risiko penyakit seseorang sehingga bisa ditindaklanjuti lebih dini sebelum berkembang lebih parah.
Saat ini Kementerian Kesehatan sudah menjamin pembiayaan gratis untuk penapisan 14 jenis penyakit di puskesmas. Pembiayaannya termasuk dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Beberapa penapisan dilakukan untuk mencegah penyakit diabetes melitus, hipertensi, stroke, jantung, kanker serviks, kanker payudara, TBC, anemia, kanker paru, kanker usus, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), talasemia, hipotiroid kongenital, dan hepatitis. Penapisan ini juga bisa dilakukan melalui pengisian kuesioner di situs BPJS Kesehatan.
Hanya saja, program ini tampaknya belum dimanfaatkan masyarakat secara optimal. Meskipun gratis, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya program ini. Selain itu, kesadaran akan pentingnya pengecekan kesehatan di masyarakat masih tergolong rendah. Indikasinya terlihat dari masih sedikitnya masyarakat yang rutin melakukan pengecekan kesehatan.
Baca juga: Masih Timpangnya Distribusi Tenaga Kesehatan di Indonesia
Menurut data Statistik Kesehatan 2022, hanya 17,44 persen masyarakat yang rutin melakukan pengecekan kesehatan. Jika dilihat menurut sebaran wilayahnya, warga perkotaan yang paling sering mengecek kondisi kesehatannya. Pengecekan kesehatan baik di perkotaan maupun perdesaan paling banyak dilakukan di puskesmas.
Relatif masih sedikitnya masyarakat yang rutin mengontrol kesehatan itu menunjukkan minimnya penyakit yang dapat dicegah dan dikurangi tingkat keparahannya. Semakin banyak orang yang melakukan penapisan kesehatan maka semakin banyak pula risiko penyakit yang dapat dicegah atau dikurangi. Langkah preventif ini dapat membantu mengurangi beban biaya yang diakibatkan oleh penyakit tersebut di kemudian hari.
Dari data tersebut setidaknya ada dua hal yang menjadi tantangan pemerintah ke depan dalam menyelenggarakan upaya promotif dan preventif kesehatan. Pertama, meningkatkan upaya preventif dengan menambah sosialisasi, program, dan dana penapisan penyakit agar masyarakat tergerak melakukan pengecekan kesehatan sebelum ada tanda-tanda indikasi suatu penyakit. Kedua, dengan mengoptimalkan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), yakni puskesmas atau fasilitas yang setara dengan itu, untuk melakukan upaya preventif dan promotif kesehatan.
Terlepas dari sangat umumnya jawaban dan kurang detailnya paparan para capres dalam debat terkahir kemarin, tidak mengurangi esensinya bahwa ketiga kandidat tersebut relatif paham dengan kondisi kesehatan di Indonesia. Semua kandidat mengedepankan langkah promotif dan preventif kesehatan dengan menghadirkan usulan solusi berupa pembenahan infrastruktur, fasilitas, dan SDM kesehatan yang berkualitas. Selain itu, para capres juga berencana membenahi program kesehatan, alokasi anggarannya, serta optimalisasi implementasi rencana aksi kesehatan bagi masyarakat Indonesia. (LITBANG KOMPAS)