Tengkes Menjadi Fokus Penting Para Capres
Sejumlah program pemerintah bagi ibu hamil dan bayi dilakukan untuk meraih target pengembangan SDM berkualitas.
Meskipun prevalensi tengkes menurun, pemerintah harus terus memperkuat komitmen untuk menanggulangi stunting di Indonesia. Tak hanya terkait asupan gizi makanan semata, tetapi juga harus berupaya memperbaiki kualitas lingkungan dan sanitasi, mengatasi infeksi penyakit, serta meningkatkan kesehatan mental orangtua para anak-anak.
Dalam kontestasi pemilu presiden tahun ini, ada salah satu program menarik yang direncanakan oleh pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Paslon nomor urut 2 ini mencanangkan program kerja makan gratis untuk anak-anak Indonesia. Di dalam dokumen visi misinya, program tersebut masuk dalam kategori delapan program hasil terbaik cepat, yaitu memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil.
Salah satu tujuan utama program makan siang dan susu gratis tersebut adalah penanganan tengkes. Target program itu adalah siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA, dan pesantren. Sementara itu, bantuan gizi diberikan kepada ibu hamil dan anak balita di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesehatan dan membantu ekonomi keluarga. Program ini menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat.
Program tersebut tampaknya berupaya mengatasi persoalan ancaman kesehatan bagi tumbuh kembang anak, mulai dari masa kandungan hingga masa pertumbuhannya. WHO menegaskan bahwa periode emas pencegahan stunting adalah 1.000 hari pertama sejak terjadi pembuahan di dalam rahim ibu hingga usia anak dua tahun. Apabila periode tersebut ibu hamil dan bayi tidak mendapat nutrisi cukup, bayi akan menderita tengkes.
Tengkes bukanlah sejenis penyakit, melainkan dampak dari kekurangan gizi kronis yang dialami sejak di dalam kandungan ibu. Ciri-ciri umum anak mengalami tengkes dapat dilihat dari tinggi badan yang lebih rendah dibandingkan rata-rata anak seusianya. Bukan hanya tinggi badan, tengkes juga berdampak pada keterlambatan pertumbuhan kronis, seperti terlambat tumbuh gigi dan pubertas.
Saat ini, angka tengkes di Indonesia terbilang tinggi, yaitu 21,6 persen pada tahun 2022. Angka tersebut diproyeksikan akan turun pada tahun 2023 dan mencapai 14 persen pada akhir tahun 2024 mendatang. Perkembangan penanganan tengkes di Indonesia terbilang membaik. Terlihat dari penurunan tengkes yang relatif signifikan dari tahun 2007 silam yang sempat mencapai 36,8 persen.
Lima wilayah episentrum tengkes di Indonesia tersebar dari sisi barat hingga timur. Wilayah dengan prevalensi tengkes tertinggi adalah Sulawesi Barat yang mencapai 35 persen. Selanjutnya, disusul wilayah Papua (34,6 persen), Nusa Tenggara Barat (32,7 persen), Aceh (31,2 persen), dan Papua Barat (30 persen).
Baca juga: Menguji Komitmen Capres-Cawapres Atasi ”Stunting”
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya angka tengkes tersebut. Selain karena rendahnya asupan gizi pada ibu hamil dan bayi, stunting juga dipicu oleh buruknya kualitas lingkungan dan sanitasi, serangan infeksi penyakit, gangguan kesehatan mental ibu, dan minimnya literasi tenaga posyandu. Semua hal tersebut menjadi catatan penting untuk menangani ancaman tengkes agar anak-anak dapat bertumbuh dan kembang secara maksimal.
Jadi, untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang andal memang harus dikawal sejak masa prakelahirannya. Ibu yang menjadi sosok orangtua harus dipersiapkan kualitas kesehatan secara baik sejak awal masa mengandung sang bayi.
Asupan gizi bagi ibu yang sedang hamil sangat berperan penting menjaga kesehatan ibu dan juga janin yang sedang dikandungnya. Dengan gizi yang baik, sang ibu memiliki daya tahan tubuh yang relatif baik dalam menangkal segala macam paparan risiko penyakit. Bayi yang dilahirkannya pun diharapkan akan memiliki bobot yang ideal serta memiliki daya tahan fisik yang baik pula. Ibu dan bayi yang sehat menjadi fondasi penting membangun generasi unggulan masa depan.
Selain kesehatan ibu dan anak, kualitas kebersihan dan sanitasi lingkungan tempat tinggal sangat penting untuk mengawal pertumbuhan anak. Lingkungan yang kotor membawa banyak patogen berbahaya bagi kesehatan sehingga rentan menurunkan kualitas kehidupan manusia. Anak-anak balita yang masih dalam fase vaksinasi dan imunisasi tentu saja menjadi lebih berisiko terancam kesehatannya akibat lingkungan tempat tinggal yang tidak higienis.
Dalam fase awal kehidupan bayi, kesehatan mental sang ibu juga harus menjadi perhatian penting. Fluktuasi hormon di dalam tubuh saat masa kehamilan serta potensi meningkatnya stres sang ibu saat merawat bayi perlu diwaspadai. Keduanya mampu menyebabkan ketidakstabilan mental sang ibu sehingga dapat menurunkan nafsu makan dan minum secara drastis. Hal ini dapat memengaruhi kandungan gizi yang distribusikan kepada janin yang dikandungnya. Pun demikian dengan kesehatan mental ibu pascamelahirkan perlu dijaga agar kesadaran memberikan nutrisi yang baik bagi anaknya tetap terpenuhi sehingga anak terhindar dari tengkes.
Untuk mengoptimalkan pencegahan stunting tersebut, dukungan posyandu sangat vital diperlukan. Literasi tenaga posyandu sangat penting dalam mengawal penuntasan tengkes di Indonesia. Berdasarkan data Litbang Kemenkes 2019, terdapat lebih dari 1,5 juta kader posyandu di seluruh Indonesia. Sayangnya, sebanyak 90 persen di antaranya tidak terlatih. Oleh sebab itu, perlu pelatihan yang optimal agar kompetensi kader posyandu meningkat sehingga mampu memberikan edukasi secara baik bagi masyarakat sekitannya.
Dalam menuntuskan kasus tengkes di Indonesia, peranan posyandu sangat vital bagi ibu hamil dan bayi yang baru lahir, khususnya 1.000 hari pertama pascakelahiran. Kemenkes mencatat bahwa lebih dari 66 persen penduduk Indonesia bergantung pada posyandu untuk intervensi bayi pascalahir, mulai dari perawatan dasar hingga imunisasi lengkap.
Kebijakan tengkes
Pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin untuk menurunkan angka tengkes di Indonesia. Sejumlah program intervensi kepada ibu hamil dan bayi dilakukan untuk mencapai target pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan dokumen Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, ada 11 program yang langsung mengintervensi ke ibu hamil dan bayi. Semua program terbagi menjadi tiga kategori, yaitu untuk remaja putri, ibu hamil, dan bayi.
Dua program intervensi untuk remaja putri adalah pemantauan anemia dan konsumsi tablet tambah darah (TTD). Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen. Artinya, sepertiga remaja Indonesia menderita kekurangan darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas fisik. Kualitas kesehatan remaja putri menentukan keberhasilan proses kehamilan hingga kelahiran, termasuk ketercukupan gizi untuk bayi.
Program berikutnya untuk ibu hamil terdiri dari tiga hal, yaitu pemeriksaan kehamilan, konsumsi tablet tambah darah, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis. Kondisi anemia berbahaya bagi perkembangan bayi dan dapat menyebabkan tengkes. Sejumlah penyebab anemia adalah defisiensi zat besi, defisiensi vitamin B12, defisiensi asal folat, hingga faktor bawaan.
Sementara itu, program mengatasi tengkes untuk bayi terdiri dari enam hal utama, yaitu pemantauan pertumbuhan berkala; ASI eksklusif; dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) kaya protein hewani bagi bayi. Selain itu, juga melalui tata laksana bayi dengan masalah gizi; peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi; serta edukasi remaja, ibu hamil; dan keluarga terdekat untuk meningkatkan kualitas sanitasi keluarga.
Semua upaya tersebut bertujuan untuk membangun SDM yang andal di masa depan sehingga perlu perhatian serius untuk mengawal SDM unggul itu dimulai sejak masa prakelahirannya. Oleh karena itu, semua pasangan capres-cawapres yang berlaga dalam Pilpres 2024 ini menaruh perhatian serius pada upaya pencegahan tengkes itu.
Baca juga: Para Kandidat Presiden Adu Strategi Atasi ”Stunting”
Meskipun sedikit berbeda-beda dalam implementasi programnya, secara umum rencana program yang diinisiasi oleh para paslon dalam Pilpres 2024 relatif mirip. Pasangan Prabowo-Gibran merencanakan program makan siang dan susu gratis bagi anak serta memberikan bantuan gizi kepada ibu hamil dan anak balita. Pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud MD memprioritaskan pendampingan bagi ibu hamil hingga menyusui, bahkan sampai anak berusia lima tahun. Pemenuhan gizi bagi ibu hamil dan bayi sangat krusial agar anak tidak menderita tengkes.
Pasangan Anies-Muhaimin melakukan pendampingan ibu hamil hingga 1.000 hari pertama kehidupan anak. Program ini rencananya akan berkolaborasi lintas sektor serta memperkuat dukungan bagi kader di desa guna menjamin ketersediaan pangan seimbang, pencegahan infeksi, dan perbaikan lingkungan. Target akhirnya adalah prevalensi 11-12,5 persen pada tahun 2029.
Sementara itu, pasangan Ganjar-Mahfud MD, tengkes membutuhkan dukungan gizi dan akses layanan kesehatan selama masa kehamilan hingga menyusui. Mereka juga membuat program pasokan gizi selama 1.000 hari pertama untuk bayi hingga usia lima tahun. Target akhirnya adalah prevalensi di bawah 9 persen di seluruh Indonesia.
Segenap rencana yang disampaikan para paslon tersebut menunjukkan bahwa SDM unggul menjadi perhatian serius guna mendukung pembangunan Indonesia di masa depan. Oleh sebab itu, persoalan stunting dan gizi buruk menjadi permasalahan krusial yang harus dituntaskan sesegera mungkin guna menyambut generasi emas Indonesia maju 2045. (LITBANG KOMPAS)