logo Kompas.id
RisetJakarta Tetap Jadi Barometer...
Iklan

Jakarta Tetap Jadi Barometer Politik Nasional

Jakarta diyakini tetap menjadi barometer politik nasional meskipun tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Oleh
YOHAN WAHYU
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/_GK-oMo43norK330rpDfy6xW3O0=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F07%2F64bcfd37-0889-44ed-8276-3dc3ac604acb_jpg.jpg

Keyakinan ini terekam dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada Desember 2023 lalu. Sebanyak 72,3 persen responden menyatakan keyakinannya bahwa Jakarta akan tetap menjadi barometer politik nasional.

Keyakinan ini sebenarnya juga senada dengan apa yang disampaikan oleh Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada perayaan Hari Ulang Tahun Ke-496 Jakarta di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, 22 Juni 2023 lalu.

Saat itu, Penjabat Gubernur menyatakan, Jakarta menjadi pusat barometer politik nasional. Untuk itu, Heru mengingatkan warga Jakarta untuk tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum, terutama pada masa Pemilu 2024 ini.

”Jakarta akan menjadi pusat perhatian sebagai barometer politik nasional. Hindari provokasi dan tindakan yang dapat mengganggu keamanan maupun ketertiban umum,” kata Heru (Kompas, 22/6/2023).

Status yang diyakini masih menjadi barometer politik nasional, meskipun tidak lagi menjadi ibu kota negara, membuat Jakarta tetap menjadi wilayah yang diperhitungkan secara politik.

https://cdn-assetd.kompas.id/aBA7iCC0i6-RMOinwPqT6VDD5-M=/1024x873/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F28%2F926cca3a-0f3a-4675-9d8c-ae0478e61ea7_png.png

Keyakinan publik ini menarik jika kemudian menjadi pertimbangan bagi pemerintah dan DPR yang saat ini tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Pada awal Desember 2023 lalu Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam rapat plenonya menyetujui RUU ini untuk dibahas ke tingkat selanjutnya.

Dari laman DPR disebutkan, dari sembilan fraksi yang telah menyampaikan pandangannya, delapan fraksi menyetujui dan satu fraksi menolak. Delapan fraksi menyetujui dengan catatan, yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PPP, dan Fraksi PKB. Sementara satu fraksi menolak adalah Fraksi PKS.

Salah satu isu yang menghangat dari pembahasan RUU ini adalah terkait posisi gubernur dan wakil gubernur di Jakarta. Ada wacana gubernur dan wakil gubernur perlu ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan tetap memperhatikan usul atau pendapat DPRD Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Artinya, tidak lagi dipilih langsung oleh warga Jakarta yang punya hak pilih.

RUU tentang Daerah Khusus Jakarta ini akan mengganti Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang dipindahkan ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Iklan

Revisi terhadap undang-undang pemerintahan di Jakarta ini merupakan mandat dari UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang mewajibkan UU ibu kota sudah diubah paling lambat dua tahun setelah UU IKN ditetapkan.

Baca juga: Usulan Penunjukan Langsung Gubernur Jakarta Picu Kontroversi

Kontestasi

Dengan keyakinan publik yang melihat Jakarta akan tetap sebagai barometer politik nasional, wilayah ini tetap akan menjadi perebutan di kontestasi politik, terutama jika nanti gubernur dan wakil gubernur tetap dipilih langsung oleh rakyat.

Dalam berita Kompas 5 Desember 2023 disebutkan, Pasal 10 Ayat (2) draf RUU Daerah Khusus Jakarta menyebutkan gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.

Pada Ayat (3), masa jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Salah satu pertimbangan mengubah model penentuan kepala daerah di Jakarta, dari pemilihan langsung menjadi ”penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian gubernur memperhatikan usul atau pendapat DPRD” tidak lain adalah untuk memberikan kekhususan pada Jakarta dan membedakannya dengan daerah-daerah lain.

https://cdn-assetd.kompas.id/R1MKEowOMK-oRX7Cn5lyZFZcMRM=/1024x1299/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F05%2F685be037-b045-4061-844f-b7bfb2291407_jpg.jpg

Hal ini didasari Pasal 18B UUD 1945 bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Meskipun demikian, pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta ini juga tidak bisa mengabaikan regulasi lain yang juga penting diperhatikan, yakni Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan kepala daerah dipilih secara demokratis. Klausul memperhatikan usulan atau pendapat DPRD menjadi formula yang menjembatani semangat ”pemilihan secara demokratis”.

Selain isu soal penentuan kepala daerah, batasan waktu pembahasan RUU ini juga menjadi variabel yang menentukan. Pasalnya, UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022. Dengan mengacu Pasal 41 Ayat (2) UU IKN, batas waktu penyelesaian RUU Daerah Khusus Jakarta paling lambat 14 Februari 2024. Tentu, problem waktu ini menjadi isu penting, apalagi di masa-masa tersebut perhatian elite dan masyarakat tertuju pada agenda Pemilu 2024.

Pada akhirnya, keyakinan publik yang memandang Jakarta akan tetap menjadi barometer politik nasional bisa dibaca sebagai harapan masyarakat terhadap Jakarta untuk tetap menjadi wilayah yang merepresentasikan wajah Indonesia. Pendek kata, meskipun tidak lagi menjadi ibu kota negara, Jakarta tetap memiliki daya tarik politik secara nasional. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga: Ramai-ramai Tolak Mekanisme Presiden Tunjuk Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta

Editor:
ANDREAS YOGA PRASETYO
Bagikan