Dana Desa dan Arah Pembangunan Desa Capres-Cawapres 2024
Ketiga paslon sama-sama sepakat bahwa pembangunan desa dibutuhkan untuk menuju kemandirian desa dalam jangka panjang.
Arah pembangunan desa yang diusung ketiga pasangan capres-cawapres 2024 masih belum banyak berubah dari apa yang telah berjalan. Program peningkatan dan optimalisasi dana desa masih menjadi unggulan ketiga pasangan calon (paslon). Ketiga paslon sama-sama sepakat bahwa kedua hal tersebut dibutuhkan untuk menuju kemandirian desa dalam jangka panjang.
Desa menjadi salah satu pembahasan menarik yang dibicarakan dalam forum debat capres-cawapres keempat pada Minggu (21/1/2024). Mengangkat tema ”Pembangunan Berkelanjutan; Lingkungan Hidup; Energi dan Sumber Daya Alam; Pangan; Agraria; Masyarakat Adat; dan Desa” debat yang diikuti oleh para cawapres itu memberikan kesempatan ketiga peserta untuk menyampaikan pandangannya tentang persoalan wilayah desa.
Jika dilihat, selama diskusi tersebut, ketiganya sama-sama menonjolkan desa sebagai akar dari pembangunan Indonesia. Ini selaras dengan visi-misi yang diusung ketiga paslon dalam Pemilu 2024.
Gagasan mengenai arah pembangunan desa itu terlihat dalam segmen tanya-jawab panelis. Isu yang diangkat adalah fenomena desa yang ditinggalkan warganya, dan bagaimana kebijakan yang akan dilakukan agar warga desa mau tetap tinggal serta membangun desa.
Cawapres nomor 1, Muhaimin Iskandar, menjawab bahwa masalah tersebut dapat diatasi dengan meneruskan pembangunan yang berakar dari desa. Menurut dia, selama ini paradigma pembangunan dari desa sudah berjalan seiring bertambahnya dana desa yang diberikan pemerintah.
Dengan keberhasilan itu, menurut dia, menambahkan dana desa untuk membangun desa tidak hanya di bidang infrastruktur, tetapi juga perekonomian dapat mempercepat kemajuan dan kesejahteraan desa. Maka, nantinya ia akan meningkatkan dana desa menjadi Rp 5 miliar untuk setiap desa yang diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan desa.
Menanggapi hal tersebut, Gibran Rakabuming Raka memiliki pandangan berbeda. Cawapres nomor 2 ini berpendapat bahwa penting untuk menumbuhkan rasa kepemilikan atau sense of belonging warga desa pada desanya terlebih dahulu. Rasa memiliki desanya itu kemudian diwujudkan melalui program pembangunan yang melibatkan warga desa. Ia mencontohkan keberhasilan salah satu desa di Mojokerto yang mengusung konsep crowdfunding untuk membangun desa wisata.
Baca juga: Desa Garda Terdepan Pemajuan Kebudayaan
Adapun Mahfud MD menambahkan contoh pembangunan desa yang berhasil di salah satu desa di Daerah Istimewa Yogyakarta di mana pemerintah desa dan warganya sukses mengelola koperasi, irigasi, dan UMKM desanya. Keberhasilan itu, menurut dia, karena desa dengan kewenangannya mampu mengoptimalkan sumber daya dan kearifan lokal yang ada sehingga bermanfaat banyak. Sementara di daerah-daerah lain, negara masih terlalu mengintervensi pembangunan desa sehingga potensi-potensi lokal kurang dikembangkan.
Dari ketiga jawaban cawapres tersebut, sebenarnya ada kesamaan arah pembangunan desa yang mereka usung, dan itu bukan hal yang baru lagi. Meningkatkan dukungan agar desa juga turut menjadi pusat pembangunan menjadi benang merah gagasan ketiga cawapres tentang desa. Hal itu sejalan dengan apa yang selama ini sudah berlangsung sesuai mandat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di mana desa memiliki hak untuk mengatur masyarakatnya dan mengelola wilayahnya. Dari situ, desa diakui memiliki potensi membangun diri dan menjadi pusat perkembangan wilayah. Hal ini sekaligus menandakan bahwa desa seharusnya tidak lagi dianggap sebagai wilayah yang kurang menguntungkan. Sebaliknya, desa dipandang mampu berdikari.
Perhatian untuk desa
Mendudukkan desa juga sebagai pusat pembangunan wilayah menjadi penting jika dikaitkan dengan problem yang dibahas dalam debat capres-cawapres pada Minggu (21/1/2023). Desa yang ditinggalkan warganya memang menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Dalam jurnal berjudul ”Tinjauan Migrasi Penduduk Desa-Kota, Urbanisasi dan Dampaknya” (2010), fenomena tersebut dapat menyebabkan desa kekurangan angkatan kerja, buruh, wiraswasta, tinggi rasio ketergantungan, stagnasi ekonomi desa dalam jangka panjang, serta pelayanan yang urban bias.
Dalam konteks sumber daya manusia, desa juga akan mengalami brain drain yang mengakibatkan wilayah ini kehilangan warganya yang memiliki potensi. Hal ini mengakibatkan desa semakin tertinggal dibanding kota.
Kondisi tersebut sulit dihindari mengingat ada faktor pendorong dan penarik yang sangat memicu migrasi warga desa ke kota. Wilayah desa yang lambat berkembang dengan perekonomian dan kesejahteraan yang terus tertinggal membuat orang akhirnya mencari peruntungan di luar daerah. Seiring dengan itu, kota menawarkan peruntungan yang setidaknya lebih baik dari desa dengan tersedianya lapangan pekerjaan dan kesempatan yang lebih lapang.
Baca juga: Hilirisasi di Perdesaan
Oleh karena itu, memberikan perhatian pada pembangunan desa sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing desa terhadap kota. Hal ini menjadi poin penting yang diusung oleh ketiga pasangan capres-cawapres dalam misinya. Dalam visi-misinya, ketiga paslon sama-sama menawarkan peningkatan alokasi dana desa. Bahkan, paslon nomor 1 menawarkan tambahan dana desa hingga Rp 5 miliar per desa. Tidak hanya itu, paslon nomor 1 dan nomor 2 juga berupaya untuk meningkatkan tata kelola pemanfaatan dana desa supaya optimal dan lebih banyak bermanfaat. Sementara paslon nomor 3 secara spesifik menargetkan peningkatan dana desa ini untuk memastikan 50 persen jumlah desa menjadi desa mandiri.
Dana desa memang menjadi bagian penting dalam perkembangan pembangunan desa. Karena itu, setiap tahun alokasi Dana Desa diupayakan terus meningkat. Sejak digelontorkan mulai 2015, nilai dana desa bertambah. Pada 2015, pemerintah mengeluarkan Rp 20,7 triliun yang diterima sekitar 74.093 desa. Jumlah dana desa itu terus meningkat pada 2023 hingga Rp 70 triliun yang dialokasikan ke 74.954 desa. Selama 2015-2023, rata-rata penambahan dana desa mencapai 21,3 persen per tahun.
Penambahan dana desa tersebut sejalan dengan banyaknya manfaat yang diterima oleh masyarakat desa. Menurut Laporan Dampak Dana Desa terhadap Kemiskinan, Perekonomian, Pengangguran, dan Pelayanan Publik pada 2015-2019, kenaikan dana desa per kapita sebesar 1 persen dapat menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,002 persen. Dengan kenaikan yang sama, tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun 0,0001 poin.
Kemandirian desa
Kendati demikian, dampak positif dari peningkatan dana desa itu juga mengungkap kondisi faktual dari perdesaan, yaitu bergantungnya wilayah ini pada alokasi anggaran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari neraca keuangan pemerintah desa pada 2022. Menurut Data Statistik Keuangan Desa Tahun 2023, sebanyak 58,76 persen dari total pendapatan desa berasal dari alokasi dana desa. Ini menunjukkan bahwa dana desa menjadi penggerak pemerintahan dan pembangunan di desa.
Maka, penambahan dana desa seperti yang diusung dalam visi-misi pasangan capres- cawapres 2024 tersebut memang menjanjikan untuk membuat desa semakin berkembang dan sejahtera. Namun, peningkatan itu saja tidaklah cukup. Pengelolaan dana yang optimal dan pemanfaatan yang tepat sasaran juga dibutuhkan agar dampak dari dana desa itu dirasakan semua sektor kehidupan desa.
Baca juga: ”Tobat Ekologi”, Cawapres Janji Pembangunan Tidak Tabrak Aturan Lingkungan
Hal itu juga menjadi bagian dari visi-misi capres-cawapres 2024 untuk membangun desa dalam jangka panjang. Paslon nomor 1 menjanjikan adanya peningkatan kualitas aparatur desa dalam mengelola dana desa. Paslon nomor 2 berupaya memperbaiki sistem tata kelola dan pemanfaatan dana desa. Meskipun tidak secara spesifik menyebutkan perbaikan tata kelola, target paslon 3 untuk menjadikan separuh dari total desa menjadi desa mandiri menyiratkan perlunya pengelolaan dana desa yang optimal.
Bagaimanapun, dana desa sifatnya bukan semata-mata bantuan untuk desa. Penyaluran dana desa dimaksudkan untuk tujuan yang lebih besar daripada itu. Dana desa diberikan juga untuk mendukung program sektor prioritas, memberikan bantuan modal, serta penggerak program kesejahteraan sosial masyarakat. Di mana semuanya itu diharapkan dapat mendorong seluruh desa di Indonesia untuk menjadi desa maju bahkan mandiri.
Sebab, hingga saat ini hanya ada 15,64 persen dari total desa yang tergolong dalam kategori desa maju dan 31,45 persen desa yang termasuk kategori maju. Ini artinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh calon pemimpin selanjutnya untuk membawa 43 persen dari total desa di Indonesia untuk bergerak menuju desa maju dan mandiri.
Realisasi dari misi kemandirian desa yang diusung setiap pasangan capres-cawapres 2024 melalui program peningkatan dan optimalisasi dana desa dengan demikian benar-benar dinantikan, tidak peduli siapa pun yang kelak terpilih.
(LITBANG KOMPAS)