logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊReorientasi Pendanaan...
Iklan

Reorientasi Pendanaan Perubahan Iklim

Indonesia senantiasa mengalokasikan pendanaan untuk mitigasi perubahan iklim. Sayangnya, alokasi itu belum diikuti hasil memuaskan. Indonesia masih menyumbang emisi karbon relatif besar ke atmosfer.

Oleh
Yoesep budianto
Β· 1 menit baca
Poster yang dibawa aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta saat aksi protes atas tindakan Jepang dalam mempromosikan gas fosil dan hidrogen sebagai transisi energi batubara yang diklaim mampu mempercepat pengurangan emisi karbon tahun 2050 di depan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Rabu (3/8/2022). Para aktivis meminta pemerintah dan perusahaan Jepang untuk menghentikan pendanaan bahan bakar fosil dan menghentikan promosi solusi palsu krisis iklim. Aksi serupa digelar di Tokyo, Manila, dan Bangladesh menyambut pelaksanaan KTT Sektor Energi 2022 pada 2-4 Agustus 2022.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Poster yang dibawa aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta saat aksi protes atas tindakan Jepang dalam mempromosikan gas fosil dan hidrogen sebagai transisi energi batubara yang diklaim mampu mempercepat pengurangan emisi karbon tahun 2050 di depan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Rabu (3/8/2022). Para aktivis meminta pemerintah dan perusahaan Jepang untuk menghentikan pendanaan bahan bakar fosil dan menghentikan promosi solusi palsu krisis iklim. Aksi serupa digelar di Tokyo, Manila, dan Bangladesh menyambut pelaksanaan KTT Sektor Energi 2022 pada 2-4 Agustus 2022.

Upaya mitigasi dan penanganan kondisi perubahan iklim membutuhkan dukungan pendanaan yang sangat besar. Namun, besarnya alokasi anggaran iklim yang sudah diberikan pemerintah belum mampu menuntaskan permasalahan emisi karbon dan pemanasan global. Dibutuhkan reorientasi kembali skema pendanaan negara agar berhasil mencapai target perbaikan kondisi iklim.

Kajian mengenai perubahan iklim kian menunjukkan urgensi yang kuat pada beberapa dekade terakhir. Hal ini dikarenakan perubahan iklim dianggap sebagai risiko terbesar kehidupan manusia, selain perang dan wabah penyakit. Oleh sebab itu, mitigasi perubahan iklim menjadi salah satu agenda besar baik di level nasional maupun global.

Editor:
BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
Bagikan