Uji Konstitusionalitas
Putusan MK Soal Ambang Batas Parlemen Tuai Pro dan Kontra
Sebagian kalangan keberatan dengan putusan MK soal ambang batas parlemen 4 persen, sebagian lainnya menilai tepat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F06%2Ffc2999ad-7ab4-4343-9daf-cdbdc31f784f_jpg.jpg)
Suasana rapat paripurna DPR pada penutupan masa sidang III tahun sidang 2023/2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/2/2024). Dari total 575 anggota DPR, yang hadir secara fisik sebanyak 95 orang. Sementara 196 anggota dewan izin. Saat ini tengah memasuki pekan terakhir kampanye Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi menghapus ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional dan memerintahkan pembentuk undang-undang untuk mengubahnya melalui revisi Undang-Undang Pemilu menuai pro dan kontra. Sebagian kalangan menilai putusan itu tepat, sebagian lainnya keberatan karena menganggap penentuan angka ambang batas parlemen merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.
Keberatan salah satunya muncul dari anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komarudin Watubun. Menurut dia, ambang batas parlemen atau parliamentary threshold merupakan kewenangan institusi pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.