Agar Caleg Tak Batal Dilantik karena Laporan Harta Kekayaan
Bagaimana tips melaporkan LHKPN agar caleg terpilih tak batal mengikuti pelantikan?
Sebagai pejabat negara, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terikat dengan hak dan kewajiban. Salah satunya, menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewajibkan semua calon anggota legislatif terpilih untuk menyampaikan LHKPN. Laporan tersebut bahkan menjadi salah satu syarat dalam pengusulan pelantikan caleg terpilih.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, di Jakarta, Jumat (2/2/2024), mengatakan, calon anggota legislatif terpilih melalui pemilu wajib menyampaikan LHKPN ke KPK. Kewajiban itu akan diatur dalam Peraturan KPU tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu. Draf aturan itu sudah dikonsultasikan dengan pembuat undang-undang dan saat ini dalam tahap diharmonisasi.
Dalam Pasal 46 rancangan PKPU tersebut diatur, calon terpilih wajib melaporkan harta kekayaan kepada instansi yang berwenang memeriksa LHKPN. Tanda terima pelaporan harta kekayaan wajib disampaikan ke KPU paling lambat 21 hari sebelum pelantikan. Dalam hal calon terpilih tidak menyampaikan tanda terima pelaporan harta kekayaan, KPU tidak mencantumkan nama caleg dalam pengusulan nama calon terpilih.
”Hasil pemilu harus mendukung pemerintahan yang bersih, yang salah satu indikatornya adalah keterbukaan,” kata Idham.
Baca juga: Memang Boleh Bawa Gawai Saat Mencoblos?
Keliru mengisi
LHKPN tidak hanya harus disampaikan penyelenggara negara dan caleg terpilih, tetapi juga harus diisi secara benar dan sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Namun, sebagian penyelenggara negara masih keliru dalam menyampaikan LHKPN. Lalu, bagaimana tips melaporkan LHKPN agar caleg terpilih tak batal mengikuti pelantikan?
Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, LHKPN menjadi salah satu intrumen dalam mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, caleg terpilih wajib menyampaikan LHKPN setiap tahun dimulai sejak awal sebelum pelantikan.
Namun, tingkat kejujuran dalam pengisian LHKPN masih menjadi pekerjaan rumah. Caleg cenderung belum melaporkan semua harta kekayaan yang dimiliki. Sebagian penyelenggara negara belum melaporkan semua hartanya, termasuk nominal kekayaannya.
KPK berharap laporan harta kekayaan yang disampaikan tidak hanya untuk menggugurkan kewajiban atau sebagai pemenuhan persyaratan tertentu. Tetapi, penting untuk memastikan kebenaran dan kelengkapan laporan harta yang disampaikan.
Bahkan, beberapa dokumen, seperti surat kuasa, sering kali tidak dilampirkan saat pelaporan LHKPN. Surat kuasa itu, antara lain, dibutuhkan KPK untuk memperoleh, memeriksa, dan mengklarifikasi kebenaran informasi keuangan pelapor di lembaga keuangan bank dan nonbank, badan usaha atau perusahaan, serta instansi terkait efek.
”Tingkat kejujuran dalam pengisian harus diberi perhatian. Tidak sedikit kami temukan bahwa apa yang dilaporkan belum mencakup semua yang dimiliki oleh penyelenggara negara,” ujarnya.
Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati mengatakan, pelaporan LHKPN dilakukan secara daring melalui laman https://elhkpn.kpk.go.id/. Jika mengalami kesulitan, caleg terpilih bisa menghubungi pusat layanan 198 di hari kerja dan jam kerja. KPK bahkan berencana menyediakan helpdesk khusus untuk melayani 20.462 caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota serta 152 calon anggota DPD terpilih hasil Pemilu 2024.
”KPK berharap laporan harta kekayaan yang disampaikan tidak hanya untuk menggugurkan kewajiban atau sebagai pemenuhan persyaratan tertentu. Tetapi, penting untuk memastikan kebenaran dan kelengkapan laporan harta yang disampaikan,” ujarnya.
Menurut Ipi, ada beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam pengisian LHKPN. Pertama, surat kuasa belum lengkap atau tidak sesuai. Surat kuasa yang ditandatangani adalah atas nama penyelenggara negara, pasangan, dan anak yang masih dalam tanggungan yang telah berusia 17 tahun.
Penyampaian surat kuasa juga perlu dilakukan kembali oleh penyelenggara negara jika ada perubahan data keluarga, baik atas nama pasangan maupun anak yang baru berusia 17 tahun. Selain itu, sering terjadi surat kuasa tidak ditandatangani atau tanda tangan yang dibubuhkan tidak sesuai. Harusnya, surat kuasa ditandatangani di atas meterai Rp 10.000.
Kedua, sering ada kesalahan peng-input-an atau typing error. Misalnya kurang atau lebih memasukkan angka ”nol”, seperti seharusnya ditulis Rp 1.000.000.000 menjadi Rp 1.000.000.000.000 atau seharusnya Rp 100.000.000 menjadi Rp 100.
Kesalahan ketiga adalah meng-input setiap isian harta yang tidak ada atau sudah dijual dengan angka Rp 1. Menurut Ipi, banyak wajib lapor yang mencantumkan nilai saldo rekening yang dimiliki dengan nilai Rp 1 atau nilai transaksi terakhir di rekening tersebut. Termasuk melaporkan harta atau utang Rp 1. Padahal, maksudnya adalah aset tersebut telah dijual atau sudah tidak dimiliki.
Selanjutnya, penyelenggara negara hanya mencatatkan nilai utang dan kas saja dalam LHKPN tanpa memasukkan isian harta dari perolehan utang tersebut. Terakhir, penerimaan dan pengeluaran hanya dihitung satu bulan. Padahal, penghitungan penerimaan dan pengeluaran seharusnya merupakan akumulasi dalam satu tahun.
”KPK mengimbau wajib lapor untuk tidak menambah atau memperkecil nilai. Sampaikan LHKPN dengan jujur, benar, dan lengkap,” ucap Ipi.
Mandat reformasi
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan, kewajiban pelaporan LHKPN bagi penyelenggara negara merupakan mandat reformasi. Sebab, ketentuan itu merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Melalui aturan itu, penyelenggara negara tidak hanya bicara soal anti-KKN, tetapi juga mengimplementasikan keterbukaan kepada publik sebagai bentuk pencegahan tindak pidana korupsi.
Di sisi lain, pelaporan LHKPN dapat menjadi instrumen untuk menguji komitmen wakil rakyat dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Mereka seharusnya melaporkan seluruh harta kekayaan secara jujur dan tidak dimanipulasi. Keterbukaan tersebut juga dapat dijadikan salah satu preferensi pemilih untuk menilai kejujuran wakil rakyat.
Namun, Fadli menilai ada kemunduran penerapan prinsip keterbukaan di Pemilu 2024. Sebab, kewajiban pelaporan LHKPN hanya ditujukan kepada caleg terpilih, berbeda dengan Pemilu 2019 yang mewajibkan semua caleg melaporkan LHKPN.
”Perubahan ketentuan justru merugikan pemilih karena tidak bisa lagi menggunakan LHKPN sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih,” kata Fadli.