Temukan Nama Ganda di New York, Migrant Care Laporkan KPU ke Bawaslu
Migrant Care khawatir temuan pemilih ganda di luar negeri dimanfaatkan untuk menggelembungkan suara.
JAKARTA, KOMPAS — Migrant Care melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) New York kepada Badan Pengawas Pemilu. Diduga, KPU dan PPLN New York telah melakukan pelanggaran administratif menyusul ditemukannya 374 pemilih ganda dalam Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) New York.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo bersama pengurus Migrant Care mendatangi Bawaslu, Jumat (26/1/2024) siang. Seusai memasukkan laporan, Wahyu dan pengurus Migrant Care memberikan penjelasan kepada pers mengenai temuan pemilih ganda di New York.
Temuan itu bermula dari aduan salah seorang warga negara Indonesia di New York pada 22 Januari 2024 lalu mengenai adanya nama ganda yang terdaftar di DPTLN Mew York. Berdasarkan aduan tersebut, Migrant Care kemudian menelaah data yang diberikan dan menemukan ratusan data pemilih ganda yang memperoleh beberapa metode memilih sekaligus. Satu nama pemilih, misalnya, tercatat memperoleh metode memilih kotak suara keliling (KSK) dan metode tempat pemungutan suara (TPS). Ada pula pemilih yang tercatat mendapatkan tiga metode sekaligus, yakni KSK, melalui pos, dan TPS.
Menurut kami, ini bisa dimanfaatkan untuk penggelembungan suara. Kami melaporkan KPU dan PPLN New York atas keteledorannya menerapkan DPTLN yang mengandung pemilih ganda.
Hingga saat ini, Migrant Care menemukan 374 nama ganda dalam DPTLN New York. Bukan tidak mungkin, jumlah nama ganda bisa lebih besar daripada temuan Migrant Care. ”Menurut kami, ini bisa dimanfaatkan untuk penggelembungan suara. Kami melaporkan KPU dan PPLN New York atas keteledorannya menerapkan DPTLN yang mengandung pemilih ganda,” kata Wahyu.
Migrant Care, lanjut Wahyu, meminta Bawaslu dan KPU untuk menelaah lebih lanjut terkait temuan tersebut karena kedua lembaga tersebut memiliki akses yang lebih detail dan rinci terhadap DPTLN tersebut. Sebab, bukan tidak mungkin jumlah data ganda semacam itu lebih banyak dari yang bisa ditemukan Migrant Care.
Koordinator Pengelolaan Pengetahuan data dan Publikasi Migrant Care, Trisna Dwi Ariesta, menambahkan, temuan tersebut merupakan indikasi awal dugaan adanya pelanggaran lain. Jika tidak diawasi, Trisna khawatir DPTLN akan menjadi sasaran para pihak yang ingin bertindak curang. Selain adanya satu nama dengan beberapa metode memilih, Migrant Care juga menemukan adanya WNI yang sudah kembali ke Indonesia tiga tahun lalu, tetapi masih tercatat dalam DPTLN New York.
”Ini kemudian membuka pertanyaan bahwa pemutakhiran data tidak dilakukan secara benar dan memadai untuk menjamin hak politik warga negara di luar negeri," kata Trisna.
Pemilih ganda di Johor Baru
Pada kesempatan itu, Muhammad Santos dari Migrant Care menyampaikan dugaan adanya pemilih ganda di Johor Baru, Malaysia. Di Johor Baru, terdapat sekiar 119.000 pemilih. Dari jumlah itu, Migrant Care sementara ini telah menelaah sekitar 28.000 nama pemilih dan menemukan pemilih ganda sebanyak 353 nama.
Menurut Santos, kriteria indikasi adanya pemilih ganda tersebut adalah nama, jenis kelamin, umur dan alamat yang sama. Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya pemilih yang nama, usia, serta alamanya sama persis, namun dengan jenis kelamin berbeda.
Terkait dugaan pemilih ganda di Johor Baru, Migrant Care mendapatkan data dengan mengakses langsung ke situs PPLN Johor Baru. Menurut trisna, data tersebut juga memuat alamat pemilih. Hal itu semakin memperkuat dugaan bahwa pemilih ganda di sana memang benar terjadi karena berdasarkan data yang spesifik.
Presiden Jokowi dilaporkan
Sementara itu, masih di Bawaslu, Jaringan Aktivis Nasional Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Ganjar-Mahfud (Jarnas Gamki Gama) melaporkan dugaan pidana pemilu yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Presiden dinilai telah melanggar Pasal 547 Undang-undang tentang Pemilu saat mengacungkan 2 jari dari dalam mobilnya ketika melakukan kunjungan kerja di Salatiga, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Ketua Umum Jarnas Gamki Gama, Rapen Sinaga, mengatakan, tindakan Presiden yang mengacungkan dua jari tersebut dinilai dapat menguntungkan pasangan calon capres-cawapres nomor urut 02. Sebab, pose dua jari merupakan simbol pasangan kandidat tersebut.
”Ini yang bagi kami tidak boleh dilakukan oleh seorang kepala negara dan kepala pemerintahan. Karena Joko Widodo adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, harus netral, tidak boleh menunjukkan simbol apa pun,” kata Rapen.
Untuk mendukung pengaduannya, Rapen membawa dua bukti, yakni pemberitaan beberapa media dan video. Rapen juga menunjukkan sebuah foto atau gambar yang memperlihatkan Jokowi mengacungkan dua jari dari dalam kendaraan. Pose Presiden tersebut dinilai telah menimbulkan kegaduhan.
Menurut Rapen, pihaknya berharap agar Bawaslu meminta keterangan Presiden mengenai pose dua jari tersebut. Hal itu penting untuk memberikan kepastian kepada publik mengenai tindakan yang dinilai sebagai bentuk pemihakan kepada pasangan calon tertentu.