Dalam Debat, Ganjar Tegaskan Prioritaskan Penguatan Pertahanan Laut
Ganjar prioritaskan penguatan pertahanan laut jika terpilih. Ia juga berkomitmen tingkatkan pertumbuhan ekonomi dan membangun industri pertahanan dalam negeri. Prabowo dikritik terkait kebijakan membeli alutsista bekas.
JAKARTA, KOMPAS — Dalam sesi keempat debat calon presiden di Jakarta, Jumat (7/1/2024) malam, calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menyatakan akan memprioritaskan penguatan pertahanan laut karena Indonesia adalah negara kepulauan.
”Terkait pengembangan teknologi yang diprioritaskan dari matra mana, tentu kebijakannya proporsional. Tetapi, tidak ada serangan yang akan masuk melalui darat karena Indonesia adalah negara archipelago (kepulauan). Maka, yang harus diperkuat adalah laut,” ujar Ganjar saat menjawab pertanyaan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Tidak ada serangan yang akan masuk melalui darat karena Indonesia adalah negara archipelago (kepulauan). Maka, yang harus diperkuat adalah laut.
Baca juga : MEF Dinilai Sulit Terpenuhi, Militer Butuh Strategi Baru
Prabowo saat itu melontarkan pertanyaan kepada Ganjar tentang gagasannya yang ingin menaikkan anggaran pertahanan 1-2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sebab, saat ini anggaran pertahanan masih di bawah 1 persen dari PDB. Prabowo menanyakan sikap Ganjar dalam mengambil keputusan tentang pengembangan teknologi dari matra mana yang akan diprioritaskan, apakah darat, laut, atau udara.
Ganjar menambahkan, TNI Angkatan Laut banyak menyampaikan aspirasi kepadanya bahwa mereka membutuhkan perbaikan teknologi sensor dan sonar untuk menjaga kedaulatan negara dari serangan laut.
Jika terpilih menjadi presiden, Ganjar juga berkomitmen untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu, ia pun bisa membangun industri pertahanan dalam negeri sehingga tank, teknologi siber, helikopter, hingga kapal selam bisa dibangun dari perusahaan dalam negeri.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu juga mempertanyakan kebijakan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan yang justru memilih membeli pesawat tempur bekas. Ia tidak rela dan kasihan terhadap prajurit TNI Angkatan Udara yang harus dilatih tiga tahun untuk alih teknologi pesawat bekas. Saat pesawat datang, mereka harus memakai alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang usia pakainya sudah lama dan dinilainya berbahaya.
”Kalau tidak salah, Bapak juga batalkan perjanjian kerja sama PT PAL dengan Korea Selatan sehingga rencana pembuatan kapal selam dalam negeri dari PT PAL batal,” tanya Ganjar.
Baca juga : Presiden: Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Disesuaikan Anggaran
Kerap salah
Prabowo kemudian menjelaskan bahwa pemahaman awam tentang alat perang bekas kerap salah. Ia menjelaskan, usia pakai alutsita adalah 25-30 tahun untuk pesawat tempur, kapal perang, dan sebagainya. Rencana membeli pesawat tempur Mirage dari Qatar pun dinilai tak masalah karena usia pakainya baru 15 tahun. Adapun teknologi dari pesawat itu juga lebih canggih.
”Pesawat Mirage yang ada di Qatar dan ingin kita akuisisi itu masih 15 tahun usia pakainya, Pak. Tetapi, kalau kita beli baru datangnya baru tiga tahun dan operasionalnya itu baru tujuh tahun, kita perlu jelaskan latar belakang itu, tetapi waktu (kesempatan menyampaikan pendapat di debat) sangat singkat,” ujar Prabowo.
Ganjar skeptis dan meragukan pernyataan Prabowo tersebut. Menurut Ganjar, sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo seharusnya juga membangun alutsista dengan kebijakan bottom up atau bertanya kepada prajurit yang menggunakan alat tersebut. Ganjar pun menyebut beberapa orang menolak kebijakan Prabowo membeli alutsista bekas itu.
”Saya kira perencanaan (pembelian pesawat tempur bekas) terlalu gegabah dan keseriusan tidak dimunculkan sama sekali pada pengelolaan industri pertahanan. Di mana perjanjian PT PAL kemudian tidak bisa dilaksanakan, padahal sudah utang dan ini menjadi catatan bersama,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo seharusnya juga membangun alutsista dengan kebijakan bottom up atau bertanya kepada prajurit yang menggunakan alat tersebut. Ganjar pun menyebut beberapa orang menolak kebijakan Prabowo membeli alutsista bekas.
Baca juga : Target MEF Kian Sulit Tercapai
Sementara itu, Ganjar juga bertanya kepada Anies terkait dengan strateginya untuk meningkatkan anggaran pertahanan sebesar 1-2 persen dari PDB jika ia terpilih menjadi presiden. Ia menanyakan secara lebih spesifik soal solusi ekonomi pertahanan untuk mengejar target rencana strategis pertahanan yang selama ini baru mencapai 50 persen.
Anies pun sepakat bahwa anggaran pertahanan saat ini masih di bawah. Oleh karena itu, anggaran pertahanan harus ditingkatkan menjadi 1-1,5 persen dari PBD. Bagi Anies, memperbesar PDB dan APBN adalah keharusan sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi penting.
Ia menjanjikan pertumbuhan ekonomi merata dan berkualitas. Utang-utang yang diambil oleh negara harus dipergunakan untuk meningkatkan aktivitas produktif, terutama memperbesar anggaran pertahanan.
Anies juga menyebut soal strategi perluasan pajak. Praktik koruptif yang membuat pajak tidak bisa terserap optimal harus ditiadakan. Dengan demikian, anggaran sektor pertahanan bisa dialokasikan sesuai target. ”Kalaupun ada utang luar negeri, itu harus satu paket dengan belanja alutsista dan meniadakan praktik-praktik middleman (makelar) di dalam penyelenggaraan alutsista. Seperti peraturan perundang-undangan yang mengharuskan G to G (pemerintah ke pemerintah) atau langsung dengan korporasi,” tutur Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan bahwa ia akan meningkatkan alokasi dan efisiensi anggaran untuk memenuhi target belanja alutsista yang masih kurang.