logo Kompas.id
Politik & HukumPelanggaran Netralitas ASN...
Iklan

Pelanggaran Netralitas ASN Kian Vulgar

Aparatur sipil negara yang tak netral berpotensi merusak pelayanan publik dan memicu penyalahgunaan sumber daya negara.

Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, DENTY PIAWAI NASTITIE, IQBAL BASYARI, NINO CITRA ANUGRAHANTO
· 4 menit baca
Belasan anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Garut, Jawa Barat, mendukung salah satu kandidat wakil presiden dalam Pemilu 2024.
TANGKAPAN LAYAR

Belasan anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Garut, Jawa Barat, mendukung salah satu kandidat wakil presiden dalam Pemilu 2024.

JAKARTA, KOMPAS — Menjelang Pemilu 2024, pelanggaran netralitas aparatur sipil negara kian masif, bahkan terang-terangan dipertontonkan kepada publik. Kondisi itu dikhawatirkan mengancam profesionalisme kerja aparatur dalam melayani publik, selain mobilisasi sumber daya birokrasi untuk pemenangan kandidat tertentu.

Untuk mencegah pelanggaran terus terjadi, selain sanksi tegas, dibutuhkan pula komitmen dan keteladanan dari pimpinan birokrasi di semua tingkatan.

Mengacu data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dalam setahun terakhir, total ada 246 laporan dugaan pelanggaran ASN. Mengacu pada data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), sejak awal 2023 hingga November 2023 terdapat 183 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN.

Dari jumlah itu, sebanyak 73 laporan terbukti melanggar. Kemudian, 48 di antaranya ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) di instansi tempat ASN melanggar.

Baca juga: Saat ”Like” dan ”Share” ASN Bisa Diperkarakan

Kampanye publik netralitas aparatur sipil negara (ASN) di hari bebas kendaraan bermotor di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (10/3/2019).
HUMAS KOMISI ASN

Kampanye publik netralitas aparatur sipil negara (ASN) di hari bebas kendaraan bermotor di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (10/3/2019).

Komisioner KASN, Arie Budhiman, saat dihubungi, Kamis (4/1/2024), meyakini jumlah pelanggaran lebih besar daripada yang dilaporkan, terlebih jika melihat pelanggaran netralitas yang kian vulgar.

Ia menilai, banyak ASN tak lagi ragu untuk merekam dukungan bagi kandidat tertentu di pemilu dalam bentuk foto dan video, bahkan menyiarkannya kepada publik. Hal ini tampak dalam kasus dukungan dari sejumlah personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Garut, Jawa Barat, untuk cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, yang direkam dalam video.

”Fakta-fakta pelanggarannya itu terlihat. Ini tentu berpotensi merusak birokrasi. Karena apa? Dikhawatirkan ada penyalahgunaan sumber daya birokrasi, pengalokasian anggaran, atau penyalahgunaan sarana-prasarana yang diarahkan untuk memberi keuntungan calon tertentu. Yang semacam ini, kan, paling rentan dilakukan kalau sudah terjadi politisasi birokrasi,” kata Arie.

Ketakutan

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, juga melihat pelanggaran netralitas ASN yang kian masif dan vulgar. Menurut dia, ada dua situasi yang memungkinkan hal itu terjadi.

Baca juga: Problem Klasik Netralitas Aparatur Sipil Negara

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, di Jakarta, Kamis (21/12/2023).

Pertama, birokrasi berpolitik, dengan aparaturnya memang ikut-ikutan berpolitik. Kedua, politisasi birokrasi, politik mengintervensi birokrasi. Khusus terkait kasus kedua, para aparatur membutuhkan perlindungan.

”Hari ini, perlindungan itu nyaris tidak ada. Mereka ketakutan. Itu yang membuat mereka berada dalam dilema yang luar biasa,” ucapnya.

Perlindungan sulit diharapkan karena sering kali pimpinan instansi menjadi bagian dari alat negara yang ikut dimainkan dalam skenario politik pemenangan calon tertentu.

Iklan

”Di sini, kita membutuhkan keteladanan, komitmen, konsistensi antara kata dan perbuatan dari pimpinan yang tertinggi sampai tingkat desa. Dibutuhkan juga ketegasan ketika ada pelanggaran,” ujar Robert.

Di sisi lain, ia mengingatkan pentingnya pengawasan berlapis, baik dari internal pemerintah maupun eksternal.

Para aparatur sipil negara (ASN) mengikuti upacara Hari Ulang Tahun Ke-47 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Para aparatur sipil negara (ASN) mengikuti upacara Hari Ulang Tahun Ke-47 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Bagi Ombudsman, hal paling krusial soal netralitas ASN ialah profesionalisme dalam pelayanan publik. Pasalnya, ASN bisa menjadi tidak netral dan diskriminatif dalam memberi pelayanan publik.

Atas banyaknya kasus pelanggaran netralitas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Abdullah Azwar Anas kembali mengingatkan pentingnya ASN menjaga netralitas. Jika tidak, sanksi menanti ASN yang melanggar.

”Ada sanksi administratif, teguran, sampai pidana. Silakan kalau ada yang tidak netral, lapor ke KASN,” ujar Azwar.

Asisten Deputi Penguatan Budaya Kerja Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan dan RB Damayani Tyastianti memprediksi, kian dekat waktu pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari, laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN kian meningkat.

Baca juga: Problem Netralitas ASN Menguat, Tunda Pembubaran KASN

(Dari kiri ke kanan) Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusito dalam penandatanganan nota kesepahaman pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dan pengawasan manajemen ASN berbasis sistem merit di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
DOKUMENTASI HUMAS OMBUDSMAN RI

(Dari kiri ke kanan) Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusito dalam penandatanganan nota kesepahaman pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dan pengawasan manajemen ASN berbasis sistem merit di Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Karena itu, koordinasi di Satuan Tugas (Satgas) Netralitas ASN lebih diintensifkan. Satgas ini terdiri dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KASN, Badan Kepegawaian Negara, dan Kementerian Dalam Negeri.

Pembagian susu

Terkait pembagian susu oleh cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, di area bebas kendaraan bermotor, di Jakarta, 3 Desember lalu, Ketua Bawaslu Jakarta Pusat Christian Nelson Pangkey mengatakan, pihaknya merekomendasikan kegiatan itu sebagai pelanggaran hukum.

Namun, Bawaslu Jakarta Pusat hanya bisa mengeluarkan rekomendasi dan tidak memberi sanksi karena kasus tersebut dikategorikan pelanggaran hukum lainnya dalam kepemiluan.

Rekomendasi disampaikan kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Ia yang kelak memutuskan apakah kegiatan bagi-bagi susu tersebut melanggar atau tidak, sekaligus menjatuhkan sanksi jika memang melanggar.

Baca juga: Pelanggaran Menggerus Kepercayaan pada Pemilu

Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, memberi keterangan kepada jurnalis setelah memenuhi pemanggilan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran dalam pembagian susu di area bebas kendaraan bermotor, di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Pusat, Kamis (4/1/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, memberi keterangan kepada jurnalis setelah memenuhi pemanggilan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran dalam pembagian susu di area bebas kendaraan bermotor, di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Pusat, Kamis (4/1/2024).

Dari kajian Bawaslu Jakarta Pusat, pembagian susu termasuk pelanggaran hukum lainnya karena ditemukan kegiatan yang diduga terdapat unsur kegiatan untuk kepentingan partai dengan melibatkan tak hanya Gibran sebagai cawapres, tetapi juga sejumlah calon anggota legislatif dari partai politik. Hal itu bertentangan dengan Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016 yang melarang hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) dimanfaatkan untuk kepentingan parpol.

Mengacu Pasal 9 Ayat (2e) Peraturan Gubernur DKI Jakarta dimaksud, sanksi yang dijatuhkan sebatas teguran. Namun, jika pelanggaran diulang, partisipan masuk daftar hitam dan tak boleh lagi berkegiatan di HBKB.

Di Surakarta, Jawa Tengah, Gibran mengaku akan mengikuti apa pun putusan Bawaslu Jakarta Pusat. Ia menyatakan siap jika dijatuhi sanksi oleh Bawaslu. ”Ya, kita ikuti keputusannya saja,” kata Wali Kota Surakarta ini.

Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO
Bagikan