logo Kompas.id
Politik & HukumTim Anies-Muhaimin Mencium...
Iklan

Tim Anies-Muhaimin Mencium Dugaan Pelanggaran yang Terstruktur dan Sistematis

Tim Hukum Nasional Amin menilai pelanggaran dalam Pilpres 2024 mengarah pada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang bisa berdampak dibatalkannya hasil pemilu. Tim meminta semua pihak mengawal pemilu.

Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI, IQBAL BASYARI
· 5 menit baca
Ilustrasi. Kapten Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin (Amin), Marsekal Madya (Purn) M Syaugi Alaydrus, dan Ketua Harian Timnas Amin, Sudirman Said, bersama para Presedium Gerakan Rakyat untuk Perubahan di Sekretariat Perubahan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
KOMPAS/HIDAYAT SALAM

Ilustrasi. Kapten Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin (Amin), Marsekal Madya (Purn) M Syaugi Alaydrus, dan Ketua Harian Timnas Amin, Sudirman Said, bersama para Presedium Gerakan Rakyat untuk Perubahan di Sekretariat Perubahan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Tim Hukum Nasional Amin menilai, pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden 2024, baik yang dilakukan oleh pasangan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2, penyelenggara dan pengawas pemilu, maupun penyelenggara negara, cenderung mengarah pada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. Pelanggaran demikian dapat berdampak pada dibatalkannya hasil pemilu.

Oleh karena itu, Tim Hukum Nasional Amin mengingatkan agar semua pihak, baik penyelenggara pemilu, DPR, aparatur sipil negara, maupun aparat penegak hukum, secara serius mengawal dan berkomitmen melaksanakan pemilu yang bebas dan adil (free and fair). Sebab, tanpa itu, proses yang berlangsung selama ini hanya akan menghasilkan pemilu yang tidak berintegritas dan melahirkan pemerintahan yang tidak mendapatkan legitimasi dari rakyat.

”Dari catatan kami sampai saat ini, ada kecenderungan pelanggaran-pelanggaran sedemikian rupa yang dapat kami kategorikan sebagai pelanggaran yang mengarah pada terstruktur, sistematis, dan masif. Kami perlu ingatkan bahwa jika terbukti terstruktur, sistematis, dan masif, akan mengakibatkan dapat dibatalkannya hasil pemilu,” kata Ketua Dewan Penasihat Tim Hukum Nasional Amin, Hamdan Zoelva, yang pernah menjabat Ketua MK, dalam jumpa pers yang digelar di kantor Tim Pemenangan Amin, Jakarta, Kamis (28/12/2023).

Hadir dalam jumpa pers tersebut Kapten Tim Nasional Pemenangan Amin, Marsekal Masya (Purn) Muhammad Syaugi; Ketua Tim Hukum Nasional Amin, Ari Yusuf Amir; dan jajaran tim hukum lainnya.

Baca juga: Publik Lebih Mudah Lapor Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu

Malpraktik perundang-undangan

Dalam kesempatan tersebut, Ari Yusuf Amir mengungkap sejumlah pelanggaran yang terjadi dalam Pilpres 2024 yang dimulai dari munculnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka pintu bagi Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar Usman yang saat itu menjabat Ketua MK, menjadi calon wakil presiden. Belakangan Anwar dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat oleh Majelis Kehormatan MK dan dicopot dari jabatannya sebagai ketua.

”Ini betul-betul merupakan manipulasi, malapraktik perundang-undangan secara gambling, dan membuat nalar publik terentak,” kata Ari Yusuf Amir.

Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (30/01/2021).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (30/01/2021).

Selain itu, ia juga menyoroti sikap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang berat sebelah dalam beberapa kasus dan terkesan tebang pilih. Ari mencontohkan laporan terkait pantun yang disampaikan Muhaimin Iskandar di KPU pada 23 November 2023. Setelah melalui sidang selama lima kali, Bawaslu menyatakan dugaan pelanggaran administrasi tersebut tidak terbukti.

Persoalannya, kata dia, bukan ada pada putusannya. Namun, ia mempertanyakan sikap Bawaslu yang tetap memproses laporan yang nyata-nyata bukan sebuah pelanggaran jika mengacu pada UU Pemilu dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023. Apalagi, laporan tersebut hanya disertai satu bukti video dan satu saksi yang bukan saksi fakta.

Iklan

Sementara laporan yang diajukan LBH Yusuf terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan cawapres Gibran yang hadir dalam Silaturhami Nasional Desa Bersatu yang dihadiri delapan organisasi perangkat desa pada 19 November 2023 tidak ditindaklanjuti karena kurang bukti materiil. Padahal, menurut Ari, hal-hal tersebut jelas melanggar netralitas aparatur desa dan Gibran melakukan pelanggaran administrasi pemilu dengan melakukan kampanye di luar jadwal.

LBH Yusuf kembali melaporkan Gibran atas dugaan pelanggaran melakukan kampanye di hari bebas kendaraan (CFD). Saat itu, Gibran membagi-bagikan susu kemasan bersama istri dan dibantu tim kampanyenya. Padahal, mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016, CFD dilarang menjadi arena kampanye. Namun, laporan ini tidak ditindaklanjuti Bawaslu tanpa penjelasan.

Masih terkait dengan cawapres nomor urut dua, Tim Hukum Nasional Amin juga mempersoalkan dugaan pelanggaran kampanye di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 10 Desember 2023. Pondok pesantren termasuk tempat pendidikan yang seharusnya tidak digunakan untuk kampanye. Peristiwa ini juga diadukan oleh LBH Yusuf ke Bawaslu, tetapi tidak ada tindak lanjut yang memadai tanpa adanya keterangan.

Bukan hanya peserta pemilu, Tim Hukum Amin pun melaporkan Zulkifli Hasan selaku Menteri Perdagangan yang dalam acara Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia di Semarang Jawa Tengah, 19 Desember 2023, terang-terang mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 2 dan ada teriakan-teriakan Prabowo-Gibran. Padahal, Zulkifli Hasan saat itu datang dalam kapasitasnya sebagai menteri. Terkait persoalan ini, LBH Yusuf selaku pelapor dugaan pelanggaran ke Bawaslu pun belum mendapatkan informasi mengenai perkembangan penanganan perkaranya. Kasus yang sama (Zulkifli Hasan) juga dilaporkan ke Bareskrim Polri. Namun, belum ada informasi tentang tindak lanjut kasus tersebut.

Saat dimintai konfirmasi terkait penilaian Tim Hukum Nasional Amin bahwa Bawaslu bersikap berat sebelah dalam menangani pelanggaran pemilu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan anggota Bawaslu Puadi tak menanggapinya.

Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Menteng, Jakarta Pusat
KOMPAS/PRADIPTA PANDU

Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Menteng, Jakarta Pusat

Keberatan terhadap KPU

BUkan hanya Bawaslu dan kepolisian, Tim Hukum Nasional Amin pun mempersoalkan tindak lanjut keberatan-keberatan yang disampaikannya ke KPU. Menurut Ari, setidaknya ada tiga persoalan yang disampaikan ke KPU, tetapi tidak ada solusi yang memuaskan. Pertama, laporan terkait debat pertama yang diduga ada pelanggaran terkait pemberian porsi tempat duduk yang tidak sama. Pasangan capres-cawapres nomor urut 2 mendapatkan tempat duduk melebihi dari porsi yang disediakan. Kedua, pemeriksaan teknis debat, khususnya pemeriksaan penggunaan alat-alat canggih, seperti earpiece atau penyuara telinga. Ketiga, pelaporan terkait dugaan memprovokasi penonton yang dilakukan oleh cawapres nomor urut 2.

Hamdan mengingatkan, unsur-unsur dalam pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif tersebut ada tiga. Hal itu, di antaranya, melibatkan peserta pilpres; melibatkan penyelenggara pemilihan, baik secara aktif maupun secara tidak aktif; serta pelanggaran oleh penyelenggara negara, baik secara sadar maupun tidak sadar, tetapi dilakukan terus-menerus.

”Pelanggaran yang melibatkan penyelenggara pemilihan bisa dilakukan secara aktif ataupun secara tidak aktif. Kalau secara aktif, penyelenggara itu melakukannya sendiri. Secara tidak aktif, dilakukan dengan tidak memproses dugaan pelanggaran yang ada. Atau, tidak melakukan tanggung jawabnya menjaga pemilu yang free and fair,” kata Hamdan.

Baca juga: Perihal Perkara Etik Penyelenggara Pemilu yang Bisa Melonjak

Sementara itu, Ari Yusuf Amir meminta agar penyelenggara pemilu bersikap netral, imparsial, dan profesional dalam menjalankan tugasnya agar terwujud pemilu berintegritas. Netralitas juga diserukan kepada aparat penyelenggara negara dan penegak hukum. Kepada DPR, ia meminta agar para wakil rakyat tersebut memperkuat peran pengawasan terhadap penyelenggara pemilu agar bekerja maksimal.

Hamdan berulang kali menekankan, pihaknya mencatat setiap pelanggaran yang terjadi, termasuk pelanggaran yang dilakukan penyelenggara negara yang turut mendukung paslon tertentu dan menguntungkan paslon terkait. Hal tersebut masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

”Kami tim hukum minta kader partai dan semua sukarelawan untuk tidak takut melaporkan apa pun pelanggaran yang terjadi di Indonesia. Inilah yang menjadi pintu masuk dan tanggung jawab seluruh peserta, sukarelawan, dan kader untuk menjaga pemilu yang jujur dan bersih,” kata Hamdan yang juga meminta agar seluruh kader/sukarelawan tidak takut jika ada ancaman yang datang karena tim hukum akan melindungi mereka.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan