Kesalahan Distribusi Logistik Berpotensi Picu Kecurangan
KPU harus memastikan distribusi surat suara agar penyelenggaraan pemilu di luar negeri sesuai jadwal yang ditetapkan.
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum atau KPU dituntut mengantisipasi kesalahan dalam pendistribusian logistik pemilu, terutama surat suara, kepada pemilih di luar negeri. Tidak hanya menimbulkan kegaduhan, kesalahan dalam pendistribusian surat suara juga dinilai rentan memicu kecurangan pemilu. Diperlukan evaluasi atas kebijakan pengiriman logistik pemilu lebih awal untuk pemilih di luar negeri di samping pengawasan ketat dari lembaga pengawas pemilu.
KPU telah mengirimkan logistik Pemilu 2024 ke 128 negara perwakilan RI. Logistik itu terdiri dari surat suara untuk pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota DPR untuk Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta 2. KPU, melalui Peraturan Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Umum, menetapkan, surat suara dikirimkan kepada pemilih luar negeri pada 2-11 Januari 2024.
Namun, kini sejumlah warga negara Indonesia (WNI) di Taipei, Taiwan, telah menerima surat suara yang dikirimkan oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Taipei. Hal itu awalnya terungkap dari beredarnya video yang menampilkan seorang WNI tengah membuka amplop berisi surat suara di media sosial. Dalam unggahan di akun Tiktok hany_ajja88, si pemilik akun memperlihatkan surat suara pilpres bergambar wajah tiga pasangan capres-cawapres peserta pemilu yang baru saja diterimanya.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Selasa (26/12/2023), membenarkan surat suara yang ditunjukkan dalam video yang diunggah di media sosial itu berasal dari PPLN Taipei. Berdasarkan penelusuran KPU, PPLN Taipei telah mengirimkan surat suara kepada pemilih di Taiwan dalam dua tahap. Pertama, 929 amplop yang berisi 929 lembar surat suara pilpres dan 929 lembar surat suara pemilu legislatif (pileg) untuk DPR Dapil DKI Jakarta 2 pada 18 Desember 2023. Kemudian pada 25 Desember, PPLN Taipei mengirim 30.347 amplop yang juga berisi surat suara pilpres dan pileg.
Baca juga: Pemilih di Hong Kong dan Makau Hanya Bisa Memilih lewat Pos
Sebagai langkah antisipasi, KPU menetapkan surat suara yang telah didistribusikan kepada pemilih di luar jadwal itu tidak dapat digunakan lagi karena dianggap rusak. ”Sebanyak 31.276 amplop berisi total 62.552 lembar surat suara pemilihan presiden-wakil presiden dan DPR itu telah dinyatakan sebagai surat suara rusak dan tidak diperhitungkan dalam pencatatan penggunaan surat suara dalam formulir Model C Hasil LN-Pos,” ujar Hasyim di kantor KPU, Jakarta, Selasa siang.
Sesuai data rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT) luar negeri KPU, jumlah pemilih di PPLN Taipei 230.307 orang. Mereka akan memilih langsung di tempat pemungutan suara luar negeri, menyerahkan surat suara melalui kotak suara keliling, dan lewat pos.
Sebanyak 31.276 amplop berisi total 62.552 lembar surat suara pemilihan presiden-wakil presiden dan DPR itu telah dinyatakan sebagai surat suara rusak dan tidak diperhitungkan dalam pencatatan penggunaan surat suara dalam formulir Model C Hasil LN-Pos
KPU sudah mengirimkan 230.307 amplop yang masing-masing berisi surat suara untuk pilpres dan pemilihan anggota DPR untuk Dapil DKI Jakarta 2 kepada PPLN Taipei. Sebanyak 175.145 amplop di antaranya diperuntukkan bagi pemilih yang tinggal jauh dari PPLN sehingga dikirimkan melalui pos.
Kini tersisa 143.869 amplop surat suara yang belum terkirim ke pemilih di Taipei dan tersimpan di kantor PPLN Taipei. Karena itu, KPU hanya akan mengirimkan surat suara pengganti untuk pilpres dan pileg masing-masing 3.176 lembar kepada PPLN Taipei.
Beri peringatan
Untuk mengantisipasi kesalahan serupa terulang, KPU memperingatkan semua PPLN agar menjalankan tahapan sesuai jadwal yang telah ditetapkan KPU. ”Kemarin (Senin), kami sudah mengambil tindakan berupa memberikan peringatan kepada PPLN sedunia, 128 PPLN, termasuk Taipei, agar mengikuti ketentuan yang ada dalam perundang-undangan,” kata Hasyim.
Anggota KPU, August Mellaz, menambahkan, tidak hanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, PPLN juga harus menjadikan peraturan KPU sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemilu di luar negeri. Untuk pemungutan dan penghitungan suara, PPLN semestinya menjalankan tahapan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan KPU No 25/2023.
Selain itu, PPLN juga diminta segera melapor ke KPU jika ada dinamika atau situasi yang harus dihadapi di luar negeri. Sebab, KPU merupakan penanggung jawab akhir dan pengendali penyelenggaraan pemilu.
PPLN Taipei baru menyampaikan alasan kepada KPU setelah mengirimkan surat suara lebih awal dari jadwal. Salah satunya karena pemilih, terutama para pekerja migran, menghadapi kondisi beragam soal aturan dari penyedia kerja, seperti perbedaan izin libur.
Baca juga: Berjibaku Sukseskan Pemilu di Luar Negeri
Kemudian, terjadwal perayaan Tahun Baru China di Taiwan pada 8-14 Februari 2024. Hal ini menyebabkan kantor pos hanya bisa mengirimkan surat suara kembali pada 7 Februari 2024 atau sepekan lebih awal dari jadwal penerimaan surat suara yang terakhir. ”Mereka (PPLN Taipei) khawatir surat suara tidak dapat dikirim balik dari pemilih,” kata Hasyim.
Meski demikian, KPU tetap menyatakan langkah PPLN Taipei mengirimkan lebih dulu surat suara kepada pemilih merupakan tindakan tidak cermat. Karena itu, KPU akan membahas konsekuensi, termasuk sanksi, bagi PPLN Taipei.
Potensi kecurangan
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, pengiriman surat suara lebih dulu dari jadwal yang ditetapkan menunjukkan pemilu di luar negeri masih diselenggarakan dengan asal-asalan dan tidak profesional. Langkah yang diambil KPU juga dinilai masih normatif dan prosedural.
Berdasarkan hasil temuan Migrant Care pada Pemilu 2009-2019, lanjut Wahyu, pemungutan suara melalui pos adalah metode yang tidak bisa menjamin kerahasiaan serta tidak bisa diawasi dan dipantau alur distribusi tahapannya. Metode ini sangat berpotensi menimbulkan kecurangan.
Pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, juga menyampaikan bahwa pemungutan suara lewat pos rentan kecurangan. Selain pengawasan yang relatif minim, aspek kerahasiaan dan kebebasan dalam memilih juga tidak sepenuhnya dapat dipastikan. Dari sisi validitas penggunaan hak pilih juga tidak bisa dipastikan surat suara itu benar-benar dicoblos oleh pemilih yang bersangkutan.
Karena itu, menurut Titi, pengawasan harus diperketat. KPU dan Bawaslu perlu bekerja sama dengan kantor perwakilan RI untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan dan validitas penggunaan hak pilih. Hal ini agar kecurangan bisa dihindari dan hak pilih warga terpenuhi.