Mahkamah Konsitusi
Akal-akalan Lemahkan MK
Sejumlah kalangan menilai tidak ada kepentingan publik diperjuangkan dalam revisi UU MK. Revisi hanya melemahkan MK.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F05%2F24%2F107ea15b-ad43-458f-b248-85a101951a2c_jpeg.jpg)
Mahkamah Konstitusi menerima lebih dari 300 gugatan sengketa perselisihan hasil pemilhan umum pada Jumat (24/5/2019). Untuk mempercepat penyelesaian perkara tersebut, MK membentuk tiga panel hakim.
Belum pulih dari turbulensi yang ditimbulkan setelah memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengakibatkan Anwar Usman dicopot dari jabatan ketua, Mahkamah Konstitusi kini harus menghadapi guncangan berikutnya. Kali ini, masalah muncul ketika para politisi di Senayan ingin mencoba mengutak-atik komposisi hakim konstitusi melalui revisi keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dibandingkan dengan undang-undang lain, UU MK bisa dibilang terlalu sering direvisi. Sejak revisi terakhir tahun 2020, perubahan UU MK yang kini tengah diproses di DPR hanya berselang tiga tahun.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 3 dengan judul "Akal-akalan Lemahkan MK".
Baca Epaper Kompas