Ruang Politik bagi Perempuan Harus Diciptakan Bersama
Bukan hanya dari aspek kuantitas, yaitu jumlah keterwakilan perempuan, tetapi juga kualitas ekosistem politik yang ramah terhadap perempuan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemenuhan target keterwakilan perempuan di parlemen yang tidak pernah mencapai 30 persen menjadi tantangan yang dihadapi setiap pemilu, termasuk pada Pemilu 2024. Persoalannya tidak hanya pada sulitnya mencari calon anggota legislatif perempuan, tetapi juga stereotip dari pemilih dan diskriminasi yang kerap muncul setelah menjabat sebagai wakil rakyat sehingga akhirnya membuat perempuan berpikir dua kali untuk menjadi anggota parlemen.
”Baik dari partai politik maupun pemilih sering kali bias jender secara pragmatik. Mereka menilai kesempatan perempuan untuk menang dalam kontestasi politik itu kecil, jadi secara pragmatik memilih laki-laki,” ujar Program Officer International NGO Forum on Indonesian Development (Infid), Rizka Antika, dalam diskusi bertajuk ”Menguak Minimnya Capres dan Cawapres Perempuan”, di Jakarta, Kamis (30/3/2023).