logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊBuka Opsi Penggabungan bagi...
Iklan

Buka Opsi Penggabungan bagi Daerah Otonom Gagal

Sebanyak 70 persen daerah otonom sejak 1999 hingga 2009 dinilai gagal capai tujuan pemekaran. Karena itu, penyusunan desain besar penataan daerah diharapkan tak sekadar berorientasi pada pemekaran tapi juga penggabungan.

Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
Β· 1 menit baca
Potret sebuah keluarga yang rumahnya berada di pinggir Trans-Papua di Distrik Mandobo, Boven Digoel, Papua, Selasa (3/3/2020). Pelaksanaan 20 tahun otonomi khusus (otsus) Papua dan dana yang besar, belum terasa perbaikan dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua yang masih rendah serta tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang masih tinggi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Potret sebuah keluarga yang rumahnya berada di pinggir Trans-Papua di Distrik Mandobo, Boven Digoel, Papua, Selasa (3/3/2020). Pelaksanaan 20 tahun otonomi khusus (otsus) Papua dan dana yang besar, belum terasa perbaikan dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua yang masih rendah serta tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang masih tinggi.

JAKARTA, KOMPAS β€” Penyusunan desain besar penataan daerah diharapkan tidak sekadar berorientasi pada pemekaran daerah, tetapi juga penggabungan bagi daerah-daerah otonom yang gagal. Hal ini penting dirumuskan karena 70 persen daerah otonom yang terbentuk sejak 1999 hingga 2009 dinilai gagal mencapai tujuan pemekaran.

Sebelumnya diberitakan, pembentukan empat provinsi baru di Papua dan Papua Barat memicu reaksi daerah-daerah lain untuk ikut dimekarkan. Menanggapi desakan itu, Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 21 September 2022 mendatang akan mengkaji kembali rancangan desain besar penataan daerah (desartada) yang di antaranya mengatur pemekaran dan penggabungan daerah.

Editor:
SUHARTONO
Bagikan