logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊPilkada dalam Bayang-bayang...
Iklan

Pilkada dalam Bayang-bayang Cukong

Mahalnya biaya politik di dalam pilkada langsung membuka peluang bagi pemodal atau cukong untuk memberikan dukungan dana kepada kandidat kepala daerah. Hal ini dikhawatirkan akan mencederai demokrasi dan berujung korupsi

Oleh
IQBAL BASYARI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/apj5XJjEdMLYx0EU8T9z2xFqXDY=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F62a35d8e-4bf8-4fb6-9276-9f6ab9b5c242_jpg.jpg
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Suasana kampanye calon bupati Indramayu nomor urut 3, Daniel Mutaqien Syafiuddin, di Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Rabu (28/10/2020).

Biaya politik pemilihan kepala daerah langsung yang tinggi memaksa setiap pasangan calon harus memiliki kekuatan modal ekonomi yang kuat. Sayangnya, harta kekayaan pasangan calon seringkali tak mencukupi. Kondisi ini menjadi pintu masuk cukong-cukong pilkada yang berujung pada pencederaan demokrasi.

Hasil kajian Litbang Kementerian Dalam Negeri pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung 2015 menunjukkan biaya politik yang harus dikeluarkan untuk memenangkan kontestasi cukup tinggi. Untuk memperebutkan kursi bupati/wali kota, biaya yang harus dirogoh mencapai Rp 20 miliar-Rp 30 miliar. Sedangkan untuk pemilihan gubernur mencapai Rp 20 miliar-Rp 100 miliar.

Editor:
susanarita
Bagikan