Pasca Pemilu 2019
Jejak Polarisasi Politik Masih Terasa
Polarisasi dampak kontestasi politik yang sengit saat Pemilihan Presiden 2019 masih terasa hingga kini. Langkah konsolidasi tak mudah, karena polarisasi, antara lain menajam akibat berita hoaks dan kebijakan pemerintah.

Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersiap melakukan penerbangan dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (9/7/2020). Keduanya bersama-sama melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Timur. Dulu bersertu, kini bergandengan tangan dalam pemerintahan.
JAKARTA, KOMPAS – Jejak pembelahan atau polarisasi akibat kontestasi politik yang sengit di dalam Pemilihan Presiden 2019 masih terasa hingga saat ini. Upaya menghapus jejak pembelahan itu tidak mudah, karena polarisasi yang antara lain menajam karena berita bohong atau hoaks, disinyalir juga turut memengaruhi persepsi masyarakat terhadap hal-hal lainnya, termasuk kebijakan pemerintah.
Survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia yang dirilis, Minggu (25/10/2020), di Jakarta, mengindikasikan jejak pembelahan atau polarisasi itu yang masih tersisa. Kendati tidak menjadi suatu simpulan temuan survei, tetapi latar belakang demografi yang ditunjukkan pula oleh Indikator menunjukkan responden yang merupakan pemilih Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019 cenderung memberikan penilaian negatif terhadap indikator kian takutnya warga menyatakan pendapat, tindakan aparat yang semena-mena, dan kesulitan berdemonstrasi. Ketiganya merupakan indikator yang diukur oleh Indikator Politik Indonesia dalam rentang waktu 24-30 September 2020 dengan melibatkan 1.200 responden yang dihubungi per telepon.