Politik Perasaan
Tidak ada jalan lain untuk mengatasi dampak negatif dari ”politik sentimen”, kecuali kembali ke model politik nalar.
Seusai pemilu presiden Amerika Serikat yang berlangsung pada 5 November lalu, muncul diskusi hangat, terutama tentang pokok soal ini: kenapa Donald Trump bisa menang? Kalangan ”kiri” di ”Negeri Paman Sam” yang merupakan pendukung Kamala Harris benar-benar kaget dan tidak mengira calon mereka kalah. Lalu, dalam beberapa hari terakhir, berlangsung proses soul searching, mencari penjelasan atas kekalahan ini; proses yang tentu saja lumrah.
Salah satu penjelasan yang muncul, sebagaimana ditulis oleh Michael Tomasky, editor The New Republic, ialah soal perasaan dan persepsi. Banyak pihak yang menjelaskan kemenangan Trump, antara lain, melalui situasi ekonomi yang memburuk, terutama terkait dengan naiknya inflasi dan turunnya daya beli masyarakat.