Komisioner Versus Anggota dalam Lembaga Negara
Penggunaan kata ”komisioner” untuk menyebut ”anggota” pada lembaga penyelenggara pemilu tidak sesuai dengan UU Pemilu.
Pagi-pagi pergi ke kantor pos
Niatnya mau ambil dana BOS
Eh, di tengah jalan ban sepedanya gembos
Tanggal 14 Februari jangan lupa nyoblos, ya bos
Hitung mundur menuju Pemilu 2024, pada 14 Februari, menunjukkan angka 10. Demikian yang tercetak di bagian kiri, di atas percis tanggal terbit surat kabar harian Kompas edisi Sabtu, 3 Februari 2024. Angka 10 tersebut menunjukkan 10 hari lagi kita, bangsa Indonesia, akan melangsungkan pesta demokrasi lima tahunan, yaitu pemilihan umum.
Namun, mengingat rubrik ini rubrik ulas bahasa, mari kita tepikan dulu soal hari pencoblosan itu. Ada baiknya kita melipir ke urusan bahasa yang tidak jauh-jauh juga dengan urusan pemilu.
Urusan bahasa yang dimaksud adalah urusan penggunaan istilah komisioner pada lembaga yang mengurus perhelatan lima tahunan itu. Lembaga tersebut ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Dalam struktur organisasi KPU dijabarkan, antara lain, mengenai KPU RI, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota beserta kedudukan (letak), jumlah anggota, dan masa keanggotaan. Dari data itu tidak ada penggunaan istilah komisioner.
Dasar lainnya untuk tidak menggunakan istilah komisioner—tetapi anggota—pada KPU, Bawaslu, dan DKPP adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Meski demikian, dalam pemberitaan, baik di televisi, koran, maupun media daring, masih ditemukan istilah komisioner untuk menyebut ”anggota” dari lembaga KPU, Bawaslu, ataupun DKPP.
Sebagai contoh, kata komisioner, misalnya, ditemukan pada judul ”Polisi Sumut Operasi Tangkap Tangan Komisioner KPUD”, ”Lima Komisioner Bawaslu Kukar Langgar Kode Etik”, ”Komisioner KPUD Manggarai Barat Tersandung Perkara DKPP”, dan ”6 Bulan Menjabat, Komisioner DKPP Belum Terima Gaji”.
Kata komisioner pada judul-judul berita tersebut seharusnya mengunakan kata anggota sesuai dengan nomenklatur dalam UU tentang Pemilu.
Salah satu lembaga negara di Indonesia yang menggunakan istilah ’komisioner’ dan ’anggota’ dalam struktur organisasinya adalah Otoritas Jasa Keuangan.
Jika kita selisik di mesin penelusuran di internet, salah satu lembaga negara di Indonesia yang menggunakan istilah komisioner dan anggota dalam struktur organisasinya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua istilah itu juga tertuang dalam UU No 21/2011 tentang OJK. Penyebutan di antara kedua istilah itu pada lembaga pemerintah lainnya disesuaikan dengan nomenklatur tiap-tiap lembaga.
Menurut beberapa sumber, secara umum, komisioner adalah anggota pimpinan atau dewan pimpinan suatu lembaga negara yang mempunyai tanggung jawab dan peran tertentu dalam pengawasan, pengaturan, atau pelaksanaan tugas lembaga tersebut. Kewenangan dan tanggung jawabnya lebih besar ketimbang anggota biasa.
Sementara anggota adalah orang yang menjadi bagian dari sebuah lembaga negara, berperan lebih khusus atau lebih terbatas dalam kewenangan dan tanggung jawabnya dibandingkan dengan komisioner.
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, komisioner adalah ’orang yang menjadi anggota sebuah komisi’, sedangkan anggota adalah ’orang (badan) yang menjadi bagian atau masuk dalam suatu golongan (perserikatan, dewan, panitia, dan sebagainya)’.
Jika dibandingkan, tampak bahwa pengertian tentang komisioner dan anggota dari beberapa sumber lebih rinci daripada pengertian yang terdapat dalam KBBI.
Walakin, kembali ke istilah yang dipakai lembaga penyelenggara pemilu, maka istilah yang tepat adalah istilah yang mengacu pada UU Pemilu, yakni anggota, bukan komisioner.
Baca juga: Padanan Kata yang Memaksa
FX Sukoto, Penyelaras Bahasa Kompas