Waspadai Janji Manis Politisi
Pemimpin harus memberikan contoh dan teladan kepada rakyatnya, bahwa etika dan moral menjadi bagian yang sangat penting.
Jika hari-hari ini, saat masa kampanye kita berjalan-jalan, kita akan melihat berbagai alat peraga kampanye, seperti bendera, baliho, spanduk, dan videotron, memenuhi ruang di tepi-tepi jalan.
Di sana terpampang jelas berbagai foto wajah para calon legislator dan calon presiden (capres) serta calon wakil presiden (cawapres) yang dibuat tampil menarik disertai tulisan janji-janji manis. Kalimatnya sangat indah seperti pelangi yang sedap dipandang mata.
Jika kewarasan kita tidak terkendali, kita bisa terbuai janji-janji itu. Maka, waspadalah dan jangan terkecoh oleh janji.
Janji-janji capres dan cawapres tidak kalah daripada janji para caleg. Sama dahsyatnya dan mencoba menyeruak ke dalam otak serta nalar masyarakat.
Janji tinggal janji, jika tidak dipenuhi tidak ada penalti. Siapa yang akan memberikan sanksi jika pejabat yang sudah dipilih ternyata ingkar janji. Bagaimana realisasi janji-janji yang pernah diucapkan, akankah diwujudkan. Adakah regulasi yang akan dipakai untuk memberhentikan masa jabatan mereka yang terbukti ingkar janji? Nah, ketiadaan aturan hukuman pengingkaran janji pada saat kampanye itu yang membuat para calon pemimpin di lembaga legislatif dan eksekutif dengan enteng gemar mengumbar janji.
Marilah kita semakin waspada dan bijak dalam menentukan pilihan saat pemilu. Jangan sampai kita digiring ke arah pembodohan yang kontraproduktif. Berbagai macam bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan pemberian-pemberian cuma-cuma bukan obat yang menyembuhkan, melainkan dapat menjadi candu yang akan membuat masyarakat semakin ketagihan.
Tugurejo, Semarang
Tidak āTiarapā
Baguslah bahwa Renville Almatsier bernyali untuk menulis surat pembaca yang berjudul āDebat Capres, Panggung Klarifikasiā (Kompas, Surat Kepada Redaksi, 11/1/2024). Bagus juga Desk Opini Kompas yangāalih-alih tiarap, agar selamatāmemuat surat itu, bahkan memberi panggung dengan kolom lebar dan font besar.
Seandainya āsurat pembacaā itu tidak dimuat, tidak salah kalau Renville Almatsier mempertanyakan slogan āAmanat Hati Nurani Rakyatā. Pembaca Kompas adalah rakyat yang punya hati nurani, dan rakyat jugalah yang memberi mandat kepada pejabat.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Hilirisasi Etika dan Moral
Kata hilirisasi saat ini menjadi jargon pembangunan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasil eksplorasi berbagai sumber daya alam Indonesia harus dihilirkan untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi berlipat ganda, yang harapan utamanya adalah agar mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Hilirisasi yang hanya berorientasi pada hasil materi, yang tidak diimbangi dengan pelestarian alam dan lingkungan, bisa dipastikan bakal menyisakan residu persoalan besar jangka panjang bagi rakyat, bangsa, dan negara ini.
Pada sisi lain, kata hilirisasi sangat relevan diketengahkan apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini, yakni dengan merosotnya etika dan moral segelintir pemimpin yang demi ambisi kekuasaan, apa pun dilakukan.
Publik sudah semakin paham dan tahu betapa etika dan moral telah jauh ditinggalkan, hanya menjadi pemanis bibir, lip service.
Kata hilirisasi akan kehilangan makna apabila semua keberhasilan pembangunan fisik tak diimbangi dengan sikap dan perilaku elok para pemimpin yang bersumber pada kemuliaan etika dan moral.
Banyak contoh sudah dipertontonkan di depan mata rakyat, perilaku dan sepak terjang sekelompok orang yang menafikan serta menegasikan etika dan moral di dalam berpolitik, berbangsa, dan bernegara.
Kita terlalu latah menggaungkan kata hilirisasi yang hanya berorientasi pada aspek fisik, tetapi telah lupa, atau pura-pura lupa, bahwasanya hilirisasi etika dan moral pun tak kalah pentingnya guna senantiasa menjaga martabat bangsa dan negara ini.
Pemimpin harus memberikan contoh dan teladan kepada rakyatnya, bahwa etika dan moral pun menjadi bagian yang sangat penting bagi proses pembangunan bangsa ini.
Budi Sartono Soetiardjo
Graha Bukit Raya, Bandung