epilog
Obituari Mesin Tik Tua Pembuka Cerita
Dalam dunia digital, tak perlu cabut kertas lalu ”dibejek-bejek” karena sebuah kesalahan, tinggal ”delete”.

Putu Fajar Arcana
Sampai waktu bergegas memasuki ambang digital, mesin tik tua yang dihadiahkan penyair Frans Nadjira kepadaku masih tersimpan rapi. Meski jari-jarinya tak pernah lagi berdetak menjangkau huruf, mesin itu menjadi spirit dunia kepenulisanku. Ia boleh ditelan waktu, tetapi tiktak suaranya saat-saat aku menulis dulu masih terngiang di telinga. Apalagi, sebelum yang lain-lain datang, mesin itu adalah karib setia yang menjadi teman ke mana pun aku bertugas.
Suatu hari dalam penugasan liputan di Dusun Pager Gunung, Desa Jenggrong, Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kira-kira pada awal tahun 1990-an, aku menentengnya. Mungkin pemandangan yang aneh, jika dipandang dari masa kini. Seorang reporter muda menggendong ransel dan menenteng mesin tik sambil bertengger di belakang Bang Ojek.