logo Kompas.id
OpiniCapai, Cape, Capek
Iklan

Bahasa

Capai, Cape, Capek

Ada pergeseran dari ”capai”, ”cape”, ke ”capek”. Walhasil, ”capek” telanjur menjadi bahasa publik. Perubahan tersebut tak terlepas dari kepungan pengaruh dunia digital.

Oleh
JOKO PRIYONO
· 1 menit baca
Warga membuka ponsel pintarnya saat praktik dalam pelatihan pemasaran produk melalui media sosial di Desa Pagutan, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (7/7/2023).
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Warga membuka ponsel pintarnya saat praktik dalam pelatihan pemasaran produk melalui media sosial di Desa Pagutan, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (7/7/2023).

Algoritma media digital terus membentuk watak para penggunanya. Algoritma itu menghubungkan kumpulan identitas dengan berbagai latar belakang. Akademisi Indonesia yang mengajar di Universitas Carleton, Kanada, Merlyna Lim (2021), menyebut konten di media digital bersifat superlatif.

Pengguna mudah menjumpai konten, mulai paling lucu, paling menyedihkan, paling konyol, paling nyinyir, hingga paling rasis. Media digital tak lepas memberi pengaruh pada perubahan bahasa. Bahasa Indonesia tentu ingin mendapat tempat dalam interaksi yang muncul.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 5 dengan judul "Capai, Cape, Capek".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Memuat data...
Memuat data...