logo Kompas.id
›
Opini›Pengkhianatan, Kegelisahan...
Iklan

catatan politik dan hukum

Pengkhianatan, Kegelisahan Mochtar

Mochtar adalah sosok yang selalu galau dengan kondisi negeri. Dia kerap gunakan istilah pengkhianatan di berbagai esainya di Kompas. Kegelisahan itu merupakan suara pinggiran di tengah maraknya demokrasi transaksional.

Oleh
BUDIMAN TANUREDJO
· 1 menit baca
Budiman Tanuredjo (BDM)
SALOMO

Budiman Tanuredjo (BDM)

Menjelang subuh di Minggu pagi, 4 Juni 2023, pesan WhatsApp dari Yudi Latif membangunkan saya. Yudi menyampaikan kabar. Mochtar Pabottingi berpulang. Saya terhenyak dan berdoa. Requiem aeternam dona ei, Domine, et lux perpetua luceat ei. Requiescat in pace. Amen. Berikan perhentian abadi kepadanya, ya Tuhan, dan semoga cahaya abadi menyinari dia. Semoga ia beristirahat dalam damai. Amin.

Mochtar adalah sosok disegani. Intelektual jernih, asketis, tidak terbeli kekuasaan. Pernah menjadi penyair dan mendalami sastra, membuat Mochtar kaya dengan pilihan kata. Saya membaca kembali berita Kompas, 14 Januari 2004. "Kita harus lawan mereka (bablasan Orba) apa pun risikonya. Karena apa? Amanah yang paling luhur dari kemerdekaan dan Tanah Air terus-menerus mereka injak-injak. Tidak ada pikiran lain di benak mereka selain merampok bangsa dan negara. We have to fight all the way. Mereka hanya bisa mundur dengan dilawan," ujar peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Mochtar, di Jakarta.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 2 dengan judul "Pengkhianatan, Kegelisahan Mochtar".

Baca Epaper Kompas
Memuat data...
Memuat data...
Memuat data...