Menjernihkan Koperasi Simpan Pinjam
Kasus-kasus ini menenggelamkan citra koperasi simpan pinjam dan lembaga sejenis yang dikelola secara profesional. Kita bisa melihat lembaga keuangan berbasis koperasi yang sangat menyejahterakan warga.
Penghimpunan dana melalui koperasi simpan pinjam diduga digunakan untuk tindak pidana pencucian uang. Saatnya membersihkan citra koperasi.Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menemukan adanya dugaan praktik tindak pidana pencucian uang di 12 koperasi simpan pinjam, dengan total mencapai Rp 500 triliun. Ini menambah panjang daftar koperasi bermasalah setelah kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Praktik tersebut masif terjadi karena literasi keuangan masyarakat dinilai masih rendah.Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/2/2023), mengatakan, selama periode 2020-2022, PPATK sudah menelusuri dugaan praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) di koperasi. Berdasarkan 21 hasil analisis yang dilakukan, PPATK menemukan ada 12 koperasi simpan pinjam yang diduga melakukan tindak pidana tersebut, salah satunya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya (Kompas, 15/2/2023).Dugaan ini menambah kelam citra koperasi simpan pinjam. Berbagai kasus yang melibatkan koperasi simpan pinjam telah lama terjadi. Niat baik koperasi jenis ini untuk membantu masyarakat dalam mengakses sumber keuangan telah lama dikhianati segelintir orang dengan mengelola dana masyarakat secara tidak benar dan berbuat aji mumpung. Mereka mengelola dana dengan tidak benar dan beberapa sejak awal memiliki niat tidak baik.Dampak lainnya, kasus-kasus ini menenggelamkan citra koperasi simpan pinjam dan lembaga sejenis yang dikelola secara profesional. Kita bisa melihat lembaga keuangan berbasis koperasi yang sangat menyejahterakan warga, semisal di Kalimantan dan Sumatera. Mereka berhasil menjadi penolong masyarakat yang kesulitan mendapat akses keuangan dan mampu mengangkat ekonomi warga.