logo Kompas.id
OpiniKe Mana ”Bibi”?
Iklan

Ke Mana ”Bibi”?

Walaupun bahasa bersifat manasuka, kepunahan sebuah kata ”pituin” tetap disesalkan. Kehadiran kata baru seharusnya memperkaya sebuah bahasa, bukan memiskinkan.

Oleh
Tendy K Somantri
· 1 menit baca
Muhammad Iqbal Saputra (10) dan Sisilia Salwa Nandi (8) sedang mengerjakan tugas sekolah di sebuah warung, di tepi Jalan Banjir Kanal, Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat, November 2020. Keduanya didampingi oleh Sanyani (40), ibunda Iqbal sekaligus tante dari Sisil. Panggilan tante sekarang lebih familiar dibandingkan bibi.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN

Muhammad Iqbal Saputra (10) dan Sisilia Salwa Nandi (8) sedang mengerjakan tugas sekolah di sebuah warung, di tepi Jalan Banjir Kanal, Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat, November 2020. Keduanya didampingi oleh Sanyani (40), ibunda Iqbal sekaligus tante dari Sisil. Panggilan tante sekarang lebih familiar dibandingkan bibi.

Seorang perempuan muda begitu gembira ketika kakaknya datang dengan membawa anaknya yang masih bayi. Diraih lalu dipangkunya sang keponakan yang baru berumur tiga bulan itu. ”Cepat besar, ya, Debay…! Biar nanti bisa nganterOnti jalan-jalan,” katanya dengan wajah berseri-seri. Tentu saja, keponakannya itu belum bisa merespons tuturan onti-nya. Eh, onti? Apa itu onti?

Rupanya, onti merupakan ragam cakap di beberapa kalangan untuk mengganti kata panggilan bibi. Onti berasal dari kata bahasa Inggris, aunty. Bentuk saingannya adalah ateu dari kata bahasa Belanda, tante. Pertanyaannya, ke mana kata panggilan bibi yang sudah lama kita kenal? Masih adakah perempuan muda yang mau dipanggil dengan sebutan bibi oleh keponakannya?

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan