Menggugat Generalisasi Sastra Indonesia Lama
Generalisasi/kesimpulan bahwa puisi/sastra lama bersifat anonim, tidak jelas siapa pengarangnya, adalah tidak benar. Pernyataan itu benar bagi karya sastra Indonesia lama prapengaruh Islam, seperti dongeng atau mantra.
Dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda ketika pemuda Indonesia pada 1928 menyatakan berbahasa satu bahasa Indonesia, tulisan ini akan menganalisis soal generalisasi sastra Indonesia lama yang agaknya keliru. Tujuannya, untuk menempatkan bahasa dan sastra Indonesia pada tempatnya, demi pengagungan dan pemeliharaan bahasa dan sastra Indonesia, karena isu itu diajarkan kepada siswa Indonesia sejak SD, paling tidak sejak SLTP.
Sebagaimana yang bisa dibaca dari berbagai literatur sastra, sastra Indonesia lama dipandang sebagai kebalikan sastra Indonesia modern yang ditandai dengan lahirnya Angkatan Balai Pustaka, terutama Pujangga Baru. Jika sastra Indonesia baru tidak anonim, progresif, dinamis, individualis, berbasis bahasa dalam fakta, dan idealis, sastra Indonesia lama sebaliknya. Jika sastra Indonesia baru temanya adalah perjuangan, emansipasi, rasa kebangsaan, kepincangan hidup dalam masyarakat, dan falsafah hidup berbasis rasionalisme, sastra Indonesia lama sebaliknya.