logo Kompas.id
OpiniNU dan Fikih Kewarganegaraan
Iklan

Nahdlatul Ulama

NU dan Fikih Kewarganegaraan

Ketimbang menyebut non-Muslim sebagai ”kafir”, NU mengusulkan istilah Muwathinun, yaitu warga negara. Menurut NU, penggunaan istilah ”kafir” kepada sesama non-Muslim mengandung unsur kekerasan teologis.

Oleh
MASDAR HILMY
· 1 menit baca
Ilustrasi
HERYUNANTO

Ilustrasi

Menjelang kick-off satu abad Nahdlatul Ulama, 15-16 Oktober lalu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menyelenggarakan halaqah kebangsaan di 250 titik pesantren di seluruh Indonesia. Tema halaqah tersebut bervariasi: fikih siyasah (politik), fikih negara-bangsa, fikih kewarga-(negara)-an, dan fikih minoritas.

Tema ini sengaja diambil untuk mengeksplorasi dan merekontekstualisasikan khazanah pemikiran pesantren tentang tema dimaksud dalam rangka mengokohkan relevansi dan signifikansi NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 6 dengan judul "NU dan Fikih Kewarganegaraan".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Memuat data...
Memuat data...